Death Wish (2018) : Pengulangan yang Gagal dari Sang Vigilante
Ketika film tentang vigilante yang dibuat ulang, gagal total menampilkan sebuah tragedi yang lebih nyata!
Sepertinya sama saja hasilnya, seandainya Sylvester Stallone berhasil mewujudkan remake ini, seperti halnya film Get Carter (1971) yang ia rusak di tahun 2000.
Sebuah proyek yang seharusnya tak pernah terjadi, Death Wish versi 2018, seperti halnya Death Sentence (2007), semakin menunjukkan kekonyolan terhadap glorifikasi kekerasan tanpa makna.
Sebuah proyek yang seharusnya tak pernah terjadi, Death Wish versi 2018, seperti halnya Death Sentence (2007), semakin menunjukkan kekonyolan terhadap glorifikasi kekerasan tanpa makna.
Alih-alih menghadirkan Bruce Willis sebagai mega bintang aksi laga, serta Eli Roth sineas yang sering membuat film horor 'sakit' itu, boleh dikatakan hanya sebagai alat dari usangnya isu vigilantisme dan kriminalitas itu sendiri.
Film Death Wish mengisahkan hal yang sama, hanya perbedaan terletak yakni Paul Kersey (Bruc Willis) sebagai seorang dokter bedah di kota Chicago. Ia hidup bahagia, memiliki seorang istri bernama Lucy (Elizabeth Shue), serta putrinya bernama Jordan (Camila Morrone) yang akan melanjutkan kuliah ke kota New York.
Kakak Kersey bernama Frank Kersey (Vincent D’Onofrio) sedang kesulitan ekonomi. Musibah datang di malam ulang tahun Kersey, saat seharusnya bersama keluarga, malah ia harus di rumah sakit karena tugas darurat, sedangkan Lucy dan Jordan diserang oleh kawanan penjahat di rumah mereka.
Baca juga: Death Wish (1974) : Kisah Vigilante dari Sebuah Tragedi
Lucy meninggal dan Jordan pun koma, sementara detektif polisi bernama Kevin dan Leonore kesulitan untuk melacak dan menangkap para pelakunya. Kersey dalam keadaan berduka, geram serta frustasi, terpengaruh oleh iklan di televisi.
Ia pun nekat mencuri senjata dan menjadi vigilante di malam hari, dengan mempelajari berbagai hal teknis secara otodidak.
Kebetulan, salah satu pasien Kersey adalah seorang dari kawanan penjahat yang menyerang keluarganya, maka Kersey pun segera bertindak untuk membalas dendam.
Penyajian alur dari struktur cerita di film ini, umumnya sama dengan versi orisinal, perbedaannya yakni Kersey dipertemukan dengan para penjahat yang telah menyerang keluarganya.
Maka, film ini seakan menjadi action flick tentang balas dendam terhadap pihak antagonis spesifik yang telah teridentifikasi, seperti hanya film Taken (2008) atau Kill Bill (2003).
Dalam salah satu adegan, Kersey dengan tenangnya seperti menikmati tindakan melalui interogasi dan penyiksaan di sebuah bengkel mobil, sehingga eksekusinya begitu disturbing dan ambigu, layaknya torture horror yang diperlihatkan secara eksplisit.
Juga berbagai adegan tembak-menembak dan penyiksaan yang berdarah-darah pun tersaji. Sebagian pihak menyebutnya kekerasan estetis, sebuah tren film jaman NOW, seperti muncratan darah dari kepala atau tubuh orang yang tertembak.
Atau pula adegan penyiksaan sayatan pisau bedah dan orang yang hancur dihantam sebuah mobil.
Atau pula adegan penyiksaan sayatan pisau bedah dan orang yang hancur dihantam sebuah mobil.
Bagaimana mungkin, seorang dokter tiba-tiba dengan mudahnya bertransformasi menjadi kejam, sadis dan sanggup menyiksa orang, tanpa ada latar belakang mengenai kejiwaan atau aktivitas di masa lalu Kersey? Bandingkan dengan versi orisinal bahwa Kersey seorang mantan militer.
Kersey yang bermetamorfosis terhadap karakternya pun begitu mudahnya dilakukan, tanpa ada eksploitasi psikologis. Bruce Willis memang berkarisma untuk membintangi film drama dengan elemen aksi laga thriller, namun tidak banyak membantu secara total.
Sedangkan karakter lainnya tidak ada yang menarik, bahkan detektif polisi Kevin yang mencoba meniru karakter Frank Ochoa di versi orisinal pun gagal total dan mengapa hadir karakter Leonore sebagai asisten yang tidak bisa membantu apapun?
Karakter Frank yang selalu hadir dalam mendukung Paul Kersey pun tidak seharusnya eksis, sehingga beberapa karakter pendukung tadi hanya menjadi penggembira belaka saja.
Lucunya lagi, menjelang akhir cerita film ini, tragedi yang dimaksud tidak mampu berbicara seutuhnya terhadap para protagonis. Sulit saya uraikan, mengingat bakal ada spoiler. Aura thriller ala Eli Roth di film ini, cukup membuat adrenalin ikut terpacu, mungkin itu sedikit kelebihannya.
Film Death Wish versi remake ini tidak menawarkan apa-apa, selain pengulangan biasa yang serba tanggung dan absurd, sebuah pengulangan gagal dari sang vigilante, melalui akhir cerita yang agak dipaksakan, serta mudah ditebak.
Disarankan wajib menonton versi orisinal yang jauh lebih efektif dan berani.
Disarankan wajib menonton versi orisinal yang jauh lebih efektif dan berani.
Score : 1 / 4 stars
Death Wish | 2018 | Aksi Laga, Thriller, Kriminal | Pemain: Bruce Willis, Vincent D’Onofrio, Elizabeth Shue, Dean Norris, Kimberly Elisse, Camila Morrone | Sutradara: Eli Roth | Produser: Roger Birnbaum | Penulis: Berdasarkan novel Death Wish oleh Brian Garfield. Skenario: Joe Carnahan | Musik: Ludwig Göransson | Sinematografi: Rogier Stoffers | Distributor: Metro-Goldwyn-Mayer | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 107 Menit
Comments
Post a Comment