Suspiria (1977) : Okultisme di Akademi Balet
Dalam rangka menyambut film Suspiria versi baru di bulan November mendatang, saya ingin mengulas untuk versi orisinalnya yang merupakan sebuah mahakarya dari sineas asal Italia yakni Dario Argento, yang dirilis sejak tahun 1977 silam.
Ketika pertama kali menonton film yang mengisahkan okultisme di akademi balet ini sekitar tujuh tahun yang lalu, saya langsung terkesan akan semua aspek yang tersampaikan dengan kuat, kecuali efek spesialnya yang saat itu dengan segala keterbatasan teknologi dan biaya sangat terbatas, meski kengeriannya masih maksimal.
Argento yang populer mellaui sejumlah film giallo-nya, menulis ide cerita berdasarkan buku berjudul Suspiria De Profundis yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yakni Sighs from the Depth, khususnya dalam esai berjudul Levana and Our ladies of Sorrow, karya Thomas De Quincey.
Jadi film Suspiria merupakan bagian pertama dari trilogi The Three Mothers berdasarkan elemen dari esai tersebut, sedangkan kedua film berikutnya yakni Inferno (1980) dan The Mother of Tears (2007) melengkapi rangkaian dari tiga penyihir tersebut.
Baca juga: Film 'The Three Mothers' dan Giallo
Kisahnya sendiri menceritakan misteri dan legenda berdasarkan salah satu dari trio penyihir. Khususnya di film ini, karakter antagonisnya yakni Mater Suspiriorum atau Mother of Sighs.
Adalah seorang murid penari balet asal Amerika bernama Suzy Bannion (Jessica Harper) tiba di Freiburg, Jerman, untuk belajar di akademi balet bernama Tanz Dance Academy. Ketika malam hari ia sampai di lokasi, sudah mulai ada peristiwa janggal yang ia temui.
Berbagai peristiwa menyeramkan dan teror mulai menghantui dirinya serta beberapa orang disekitarnya, setelah temannya Sara (Stefania Casini) mencurigai ada sesuatu yang tidak beres di akademi yang dikelola oleh Madame Blanc (Joan Bennett) dan instruktur balet, Miss Tanner (Alida Valli).
Premis cerita yang menarik, tentang salah seorang dari ketiga penyihir atau aktivitas okultisme di dalam akademi balet misterius, membuat saya penasaran kala itu dan pastinya sudah terbayang bakal menyeramkan.
Jika anda merasa bahwa sejumlah film horor modern ala Eropa membosankan dengan alur yang lamban, maka tidak demikian dengan film produksi Italia ini. Selama lebih dari 1,5 jam, mata anda akan dimanjakan dengan berbagai visual menarik, serta rasa penasaran yang tinggi hingga akhir cerita.
Argento yang terbiasa menyajikan giallo berupa thriller suspens atau misteri melalui berbagai adegan pembunuhan yang mengerikan dan berdarah-darah, kali ini menambahkan elemen supranatural.
Sejak di awal cerita, karakter Suzy sudah menemui peristiwa yang aneh, seperti seorang murid yang keluar berlari ketakutan meninggalkan gedung akademi saat hujan deras di malam hari.
Terdapat sebuah kejanggalan saat Suzy yang turun dari taksi dan berpas-pasan dengan murid tadi, lalu ia menekan bel hendak masuk ke dalam asrama akademi tersebut, namun ia ditolak lewat interkom tanpa alasan jelas.
Maka Suzy kembali ke kota dengan menginap di hotel. Setelah itu, plot beralih kepada seorang murid yang kabur dari akademi tersebut menuju apartemen temannya, serta terjadilah serangkaian adegan mengerikan.
Pada akhirnya, penyelesaian cerita dalam film ini juga dirasa cukup baik dan menegangkan, meskipun aksi yang dilakukan kurang epik dan cukup singkat, namun efektif.
Bagaimanapun juga, hal tersebut tidak mengganggu keseluruhan film secara signifikan. Jalan cerita yang dibangun dari awal hingga akhir, meski bergerak agak lambat namun disajikan dengan cara yang elegan serta estetis, berkat banyak sekali mise-en-scéne yang menarik, baik dalam visual maupun sound.
Berbagai setting, pewarnaan, pencahayaan, teknik penyorotan dan sudut kamera, adegan aksi, hingga scoring yang diimplementasikan di hampir semua sekuen, terasa begitu menggugah mata tanpa ada kebosanan sedikitpun.
Tampaknya unsur neo-noir juga memiliki pengaruh besar dalam memadukannya dengan horor bergaya Eropa. Di awal cerita juga telah diperlihatkan ketika Suzy melihat sesuatu yang misterius dalam malam gelap yang minim penerangan, ditambah dengan hujan deras.
Dalam perjalanan dengan sebuah taksi dari bandara menuju akademi, tampak selewat berbagai bangunan tua yang megah namun terkesan angker.
Begitu pula karakter seorang murid yang melarikan diri dari akademi menuju apartemen temannya, tampak jalanan di depan gedung apartemen basah bekas hujan, sedangkan jalanannya hanya diterangi lampu dari gedung.
Di siang hari pun, aura horor dan misteri tak kunjung mereda, meski terdapat sekuen dengan ritme yang tenang dipenuhi oleh berbagai dialog antara Suzy dengan seorang profesor di pelataran diantara gedung-gedung perkantoran yang menjulang tinggi di pusat kota.
Dalam adegan itulah permainan kamera menyorot mereka dari atas gedung yang sangat tinggi, sehingga terlihat landskap pelataran diantara gedung-gedung itu yang lengkap dengan taman-taman kecil.
Juga dalam dialog saat profesor menjelaskan kepada Suzy, sorotan kamera berada agak bawah dari dirinya, sehingga hanya tampak kepala hingga bahunya dengan latar belakang langit luas yang berawan.
Juga dalam dialog saat profesor menjelaskan kepada Suzy, sorotan kamera berada agak bawah dari dirinya, sehingga hanya tampak kepala hingga bahunya dengan latar belakang langit luas yang berawan.
Salah satu sekuen menarik sekaligus mengerikan yakni ketika di malam hari yang gelap, seseorang diserang oleh kekuatan yang tak terlihat, dengan setting diantara dua gedung kuno yang besar dan megah yang lengkap dengan berbagai patung dan pilar raksasa ala Romawi.
Di satu adegan, tampak kamera menyorot dari atas seakan terbang melewati orang tersebut, serta diperlihatkan sekilas berbagai bayangan hitam di depan gedung (terkesan seperti mapping gedung), kemudian orang tersebut disorot dari jarak yang sangat jauh diantara kedua gedung tersebut.
Adegan yang paling menyeramkan yakni ketika para murid tidur di aula akademi, disekelilingnya ditutupi dengan tirai yang tinggi. Sara yang membangunkan Suzy, dengan berbisik-bisik kepadanya, menjelaskan bahwa ia melihat bayangan kepala direksi akademi yang datang dan ikut tidur dibalik tirai dekat ranjang mereka berdua.
Saya tidak pernah menduga adegan apa selanjutnya, bersiap-siap untuk kaget sekaligus ngeri.
Saya tidak pernah menduga adegan apa selanjutnya, bersiap-siap untuk kaget sekaligus ngeri.
Dari dua sekuen yang telah dijelaskan sebelumnya, tampak permainan teknik sorotan kamera antara objek manusia dengan latar gedung disekelilingnya, dimainkan dengan menimbulkan kesan megah dengan sorotan dari jarak jauh, seakan-akan ada yang mengintai.
Selain teknik sorotan kamera, pengaturan pencahayaan pun diperlihatkan secara kontras, bergantian antara satu sekuen dengan sekuen lainnya. Cahaya lampu berwarna merah, biru, kuning dan terkadang hijau menjadi dominan menyoroti seorang karakter yang sedang melakukan berbagai adegan.
Setting berupa bangunan kuno Eropa yang megah, mungkin boleh dikatakan bergaya baroque atau geometris yang didominasi oleh satu warna, baik dari eksterior maupun interiornya yang memanjakan mata, terlebih dipadukan dengan sorotan kamera dari kejauhan baik dari atas maupun dari bawah, sehingga objek manusia tampak kecil.
Contohnya di dalam lobi sebuah apartemen pada awal cerita yang didominasi dengan warna merah agak muda dipadukan dengan warna-warna minor berupa pastel dan putih, dengan aksen geometris.
Setting yang terbaik adalah bangunan Tanz Dance Academy dengan eksteriornya berwarna merah bergaya mediterania, sedangkan interior lobby-nya dengan wallpaper dinding yang didominasi warna biru berkilau.
Yang paling mencolok adalah beberapa sekuen penting dengan setting berada dalam koridor gedung tersebut berwarna merah yang diterangi oleh jajaran lampu dinding dengan cahaya kuning pekat. Sedangkan salah satu ruangan untuk latihan balet-nya terdapat beberapa lukisan abstrak yang penuh warna dengan ukuran besar.
Selain itu, salah satu ruangan terdapat wallpaper dinding dengan dasar berwarna broken white, berlukiskan ornamen yang mudah ditangkap mata atau mozaik berwarna-warni di ruangan lainnya, atau kamar mandi dengan dinding berwarna krem atau kining muda.
Seperti umumnya dalam sejumlah film Argento, performa akan karakterisasi protagonis di film ini kalah dengan karakter antagonisnya. Kredit diberikan kepada karakter antagonis yang misterius dan berkarisma.
Jessica Harper yang memerankan Suzy Bannion yang juga orang Amerika, sepertinya merupakan strategi marketing Argento untuk melibatkan aktor/aktris internasional -terutama Amerika- demi perilisan film yang lebih luas.
Baca juga: Suspiria (2018) : Versi Baru Sang Penyihir
Musik yang diaransemen oleh Argento sendiri, dibantu oleh progressive rock band asal Italia, yakni Goblin. Mereka sering berkolaborasi dengan Argento. Khususnya di film ini, scoring-nya cukup meneror telinga, ditambah dengan berbagai efek sound berupa berbagai bisikan misterius.
Film Suspiria merupakan film horor suspens yang menyeramkan sekaligus estetis serta penuh gaya. Sebuah pencapaian yang luar biasa dari Argento, dengan mengangkat tema horor tentang okultisme ke dalam dunia modern melalui akademi balet.
Dengan disertai dengan kekuatan alur cerita yang misterius akan penyajian aura horor yang begitu kuat dan praktis, menjadikan film Suspiria sebagai salah satu film horor terbaik dan berpengaruh sepanjang masa.
Tanpa memerlukan karakter ikonik baik yang protagonis maupun antagonis, film ini sudah banyak mempengaruhi generasi berikutnya dan menjadi bagian dari pop culture yang berakarkan pada mitos atau legenda Eropa, berupa sosok penyihir.
Jika anda ingin menonton versi remake-nya, maka wajib ditonton dulu versi orisinalnya, meski terkesan 'kuno' namun tidak kalah mencekamnya.
Score : 4 / 4 stars
Suspiria | 1977 | Drama, Horor, Suspens, Giallo | Pemain: Jessica Harper, Stefania Casini, Flavio Bucci, Miguel Bosé, Barbara Magnolfi, Susanna Javicoli, Eva Axén, Alida Valli, Stefania Casini | Sutradara: Dario Argento | Produser: Claudio Argento | Penulis: Dario Argento, Daria Nicolodi | Musik: Goblin, Dario Argento | Sinematografi: Luciano Tovoli | Distributor: Produzioni Atlas Consorziate | Negara: Italia | Durasi: 98 Menit
Comments
Post a Comment