Robin Hood: Prince of Thieves (1991), Formula Sukses Gaya Amerika
Jika ada orang Indonesia bernama Kevin yang lahir tahun 1991 keatas, maka boleh jadi nama tersebut terinspirasi dari seorang Kevin Costner yang laris manis sebagai aktor top Hollywood saat itu!
Layaknya King Arthur, figur ikonik Robin Hood adalah sebuah legenda dari daratan Inggris yang hidup di abad pertengahan dan menjadi budaya populer dalam banyak literatur dan film.
Dimulai dari era bisu di tahun 1908, adaptasi film tentang Robin Hood berlanjut ketika tahun 1938, The Adventures of Robin Hood yang diperankan Errol Flynn menjadi film terpenting dan salah satu yang terbaik. Dalam sekian tahun berikutnya, film Robin Hood tidak pernah lelah diadaptasi ke layar lebar, televisi hingga animasi produksi Disney di tahun 1973.
Maka akhirnya dalam dekade ini, dua film Robin Hood dirilis di tahun 2010 besutan Ridley Scott dan diperankan oleh Russell Crowe yang terkesan membosankan, terlalu serius dan kurang dikenang, serta tahun 2018 yang diperankan oleh Taron Eggerton dengan versi yang terkesan 'murahan'.
Di tahun 1991, film dengan judul Robin Hood : Prince of Thieves dianggap berhasil mempopulerkan kembali sang legenda Britania ke dalam bentuk pahlawan ikonik dengan penyajian modern tanpa mengabaikan elemen tradisional, namun dengan formula kesuksesan gaya Amerika.
Meski berada di peringkat dua sebagai film terlaris sepanjang tahun 1991, film Robin Hood : Prince of Thieves tidaklah memuaskan secara kritik. Tema lagunya berjudul Everything I Do, I Do It for You yang dilantunkan Bryan Adams, meraih hits nomor 1 di banyak negara termasuk meraih berbagai nominasi dan penghargaan.
Robin Hood : Prince of Thieves juga menjadi tolak ukur dari puncak karir kesuksesan Costner kala itu secara beruntun, mulai dari film sekelas Oscar yakni Dances with Wolves (1990), lalu JFK (1991) hingga The Bodyguard (1992), setelah sebelumnya Costner mulai populer dalam film The Untouchables (1987).
Baca juga: Revenge (1990) : Perselingkuhan, Kehormatan dan Balas Dendam
Indonesia juga tak ketinggalan dalam menikmati hype film tersebut, baik dari kelarisan penjualan tiket bioskop, hingga soundtrack lagunya yang sering diputar dimana-mana termasuk pemutaran klip video di salah satu stasiun TV swasta, hingga membuat saya 'bosan'.
Kisah Robin Hood : Prince of Thieves umumnya berdasarkan standar adaptasi dari literatur klasik, yakni ketika Robin of Locksely (Kevin Costner) dipenjara di Yerusalem, ia berhasil kabur serta membebaskan seorang Moor bernama Azeem (Morgan Freeman).
Ketika Robin dan Azeem yang ikut serta dengannya pulang ke Britania setelah bertempur dalam Perang di Timur Tengah, menemukan penderitaan penduduknya akan penindasan yang dilakukan oleh Sherriff of Nottingham (Alan Rickman).
Ayah Robin yang loyal kepada King Richard, juga ditemukan tewas di rumahnya akibat kekejaman Sheriff of Nottingham. Kondisi tersebut rupanya dimanfaatkan oleh Sheriff dan koleganya, disaat King Richard sedang berada di Perancis.
Robin dan Azeem kemudian bertemu dengan Little John (Nick Brimble) dan Marian (Mary Elizabeth Mastrantonio) beserta sekelompok orang yang hidup di hutan Sherwood. Bersama dengan mereka, Robin mengadakan perlawanan terhadap Sheriff of Nottingham, untuk membebaskan penduduk dari tirani yang kejam.
Selama sekitar 2,5 jam, audiens disuguhkan dengan sebuah alur cerita menarik tentang sepak terjang seorang Robin of Locksely saat ia berada di Yerusalem, lalu kembali ke Britania dalam tragedi, bersatu kembali dengan Marian, hingga tinggal di hutan Sherwood bersama kelompoknya guna melawan kekejaman Sherif of Nottingham.
Dari awal cerita hingga pertengahan memang menarik, audiens seakan diajak bertualang dan bertemu dengan sejumlah karakter unik.
Namun setelah setengah jalan cerita berlangsung, terdapat penurunan adrenalin akan berbagai aksi dan alur yang dikembangkan terasa cenderung dipaksakan dengan beberapa adegan yang dibiarkan terlalu lama dan kurang menarik.
Untuk sejumlah aksi laga, memang dieksekusi secara baik dengan ritme yang cepat dari satu sekuen menuju sekuen lainnya.
Seperempat sebelum cerita berakhir, menurut saya adalah yang terbaik. Bagaimana sebuah rencana penyelamatan yang dilakukan oleh Robin Hood dan kelompoknya, menemui sebuah kejutan yang tidak pernah disangka sebelumnya, sebuah insiden yang menekan mereka untuk segera bertindak cepat alias berimprovisasi.
Dalam rangkaian sekuen tersebut, elemen drama dilakukan guna memancing emosi audiens, serta tak lupa ada sebuah pelintiran meski terkesan tidak mengubah hasil akhir cerita.
Satu hal yang paling mengganggu di film ini yakni Robin Hood sebagai figur heroik Britania yang diperankan dengan aksen Amerika oleh Costner, juga karakter Will Scarlet yang diperankan Christian Slater. Sehingga hal tersebut menjadi pemaksaan gaya Amerika yang absurd terhadap legenda Britania, ditambah dengan berbagai dialog modern yang serba tanggung, khas Amerika.
Sedangkan usaha gaya bicara akrtis Amerika, Mary Elizabeth Mastrantonio sebagai Marian, dengan menggunakan intonasi nada bicara seperti British, cukup menarik.
Dua jempol saya layangkan kepada akting Morgan Freeman sebagai Azeem, seorang berkebangsaan Moor, dengan segala nada dan gaya bicara serta dialog yang berhasil diimplementasikan sebagai sosok yang berkarisma.
Tambahan dua jempol lainnya juga diajukan kepada aktor Inggris berwatak, yakni Alan Rickman (antagonis di film Die Hard) sebagai Sheriff of Nottingham yang jahat, kejam serta brutal itu. Ia berhasil mentransformasikan karakternya dengan sempurna sekaligus menghibur.
Baca juga: Die Hard (1988) : McClaine Memang Sulit Mati
Yang mencuri perhatian yakni tingkah kocaknya karakter Friar Truck yang diperankan oleh Mike McShane, sebagai seorang pendeta temperamen yang seringkali berseberangan dengan Azeem. Berbagai tindakannya didasari oleh berbagai hal manusiawi setelah bergabung dengan Robin Hood.
Lalu ada karakter antagonis menyeramkan bernama Mortiana yang diperankan oleh Geraldine McEwan, ia yang berkolaborasi dengan Sheriff of Nottingham menjadi seorang karakter tambahan guna mendramatisir unsur mistis di film ini.
Yang terakhir dan tak kalah penting yakni hadirnya Sean Connery sebagai cameo di akhir cerita, menyita perhatian sekaligus membuat suasana menjadi lebih terangkat berkat karisma akting dan suara khasnya.
Keunggulan film ini terletak pada semua setting yang sangat mendukung serta indah dilihat mata di sepanjang cerita. Mulai dari dataran tinggi di tepi pantai, lembah dan perbukitan khas Inggris, bentangan Tembok Hadrian, berbagai kastil dan bangunan peninggalan abad pertengahan, hingga pemukiman di atas pohon di hutan Sherwood.
Sejumlah setting itu, dengan kompak dipersatukan oleh berbagai sorotan kamera serta arahan aksi dan gaya dalam semua adegan secara menyeluruh.
Salah satu adegan paling dikenang tentu saja ketika Robin dan Marian turun perlahan dari rumah pohon dengan bergelantungan, sekuen tersebut hadir dalam ritme yang dibuat lambat.
Serta adegan siluet ketika Robin dan Marian berdialog di tepi danau, menguatkan aura romansa yang mengikat erat hubungan keduanya.
Scoring dari komposer handal, Michael Kamen tentu saja semakin menguatkan drama dari saga epik Robin Hood ini di sepanjang cerita, selain tentnunya soundtrack yang saya singgung di awal pembahasan.
Secara keseluruhan, film Robin Hood : Prince of Thieves terbukti mampu mengangkat kembali kepopuleran sang legenda ikonik secara masif melalui berbagai elemen yang dieksekusi dengan solid.
Menggunakan formula kesuksesan gaya Amerika, Robin Hood : Prince of Thieves mampu menutupi sejumlah kelemahan dengan penyajian yang memang menarik dan pantas untuk ditonton.
Score : 3 / 4 stars
Robin Hood : Prince of Thieves | 1991 | Aksi Laga, Petualangan, Legenda | Pemain: Kevin Costner, Morgan Freeman, Christian Slater, Alan Rickman, Mary Elizabeth Mastrantonio, Nick Brimble | Sutradara: Kevin Reynolds | Produser: Pen Densham, Richard Barton Lewis, John Watson | Skenario: Pen Densham, John Watson | Musik: Michael Kamen | Sinematografi: Douglas Milsome | Distributor: Warner Bros Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 143 Menit
Comments
Post a Comment