Peppermint (2018) : Vigilante Rasa Permen
STX Films |
Jangan pernah sesekali membuat film bertemakan vigilante sembarangan, nanti hasilnya akan seperti Peppermint. Bukannya menjadi film aksi laga thriller dengan segala aroma balas dendam kesumat yang dramatis dan tragis, malah terkesan seperti mengunyah permen rasa peppermint.
Memang meski dari judulnya, diambil sebagai pengingat sang karakter utama akan pembantaian sang anak dan suaminya, setelah sang anak memesan es krim rasa peppermint, sepertinya kurang tepat dan janggal.
Film besutan Pierre Morel yang dikenal melalui aksi laga beroktan tinggi semacam Taken (2008) tersebut, serta dibintangi sang superhero Elektra, yakni Jennifer Gardner, ternyata tidak bisa menolong apapun secara keseluruhan.
Tampaknya, penggunaan formula yang mirip serta berlandaskan dari film ikonik Death Wish (1974) maupun Dirty Harry (1971), tidak dilakukan dengan serius di film ini, sehingga menjadi film vigilante rasa permen.
Baca juga: Death Wish (1974) : Kisah Vigilante dari Sebuah Tragedi
Film Peppermint mengisahkan seorang wanita bernama Riley North (Jennifer Garner) yang bersuamikan Chris dan memiliki seorang anak berusia 10 tahun bernama Carly.
Guna mendapatkan tambahan uang, Chris sempat dibujuk temannya untuk mencuri uang dari Diego Garcia (Juan Pablo Raba), seorang pemimpin gangster pengedar narkoba, namun ia menolak bujukan temannya.
Saat Carly berulang tahun, Riley dan suaminya mengajak Carly ke sebuah karnaval, bersamaan dengan itu Garcia membunuh teman Chris dan menyuruh anak buahnya untuk membunuhnya.
STX Films |
Sebuah insiden penembakan brutal menewaskan Chris dan Carly, membuat Riley syok dan berduka. Riley yang menuntut keadilan dalam sidang pun gagal, karena sang hakim pun disuap oleh Garcia.
Lima tahun berselang dan dikabarkan menghilang, Riley kembali untuk mencari, mengincar serta membantai Garcia dan komplotannya, sekaligus sejumlah orang yang disuap Garcia.
Sementara, inspektur polisi Beltran (John Ortiz) dan Stan (John Gallagher Jr.) yang menyelidiki kasus pembunuhan Michael dan Carly, juga tidak membantu dan malah mempersulit Riley sendiri.
Film bertemakan vigilante selalu menarik, mengenai dendam kesumat melalui berbagai aksi laga yang biasanya menggenjot adrenalin dan keseruan.
Awalnya, film ini terasa cukup menjanjikan dengan menghadirkan sebuah cerita yang menegangkan saat adegan awal di sebuah mobil. Lalu dilanjutkan dengan drama tentang kehidupan rumah tangga Riley dan lingkungannya, dengan pengenalan karakter seorang tetangga yang menyebalkan.
Ketegangan terasa saat Garcia menyiksa dan mengeksekusi teman Chris dengan cara yang kejam. Setelah adegan di persidangan, maka cerita selanjutnya sungguh menurunkan rasa ketertarikan saya hingga akhir.
Berbagai adegan dan aksi, karakterisasi, intrik dan konflik, hingga menuju kepada sebuah konklusi dengan elemen pelintiran, tetaplah tidak membantu sama sekali yang sebenarnya sudah ada pada petunjuk dalam adegan persidangan, sehingga tidak menggairahkan rasa kepenasaran saya atas siapa yang mengkhianati siapa.
STX Films |
Alur cerita pun tampakanya makin diperumit dengan munculnya karakter agen FBI bernama Lisa Inman (Annie Ilonzeh), dengan dalih bahwa Riley kini menjadi buronan Interpol setelah mengembara ke berbagai negara.
Berbagai adegan aksi laga yang tersaji dengan gaya yang cepat ala film Taken dan sejumlah aksi laga modern yang terkesan standar dan tidak dikenang, dialog seadanya.
Ditambah latar musik dan lagu hardcore metal, terkesan memang seperti film aksi laga kelas B. Meski demikian, kebrutalan adegan perkelahian bolehlah sedikit diapresiasi.
Yang terparah yakni karakterisasi, melalui performa di bawah standar Garner sebagai Riley yang tidak mampu mentransformasikan secara baik dari wanita biasa menjadi wanita tangguh. Sejumlah ambiguitas dalam beraksi menjadi sangat hebat ala wanita militer, hanya menjadi sebuah hiburan belaka.
Baca juga: Vigilante, Sosok 'The Real Superhero'
Karakter Garcia awalnya sempat menjanjikan, namun seiring dengan aksi yang dilancarkan Riley, ternyata tidak mampu menunjukkan keberingasan yang seimbang dengan Riley serta tidak berkarisma, sehingga terkesan bukan lagi sebagai seorang karakter menakutkan sekaligus sebagai penjahat yang sulit dibasmi.
Selain itu, ditambah dengan penampilan Stan yang serba tanggung, terjebak diantara apakah karakter tersebut dibuat seperti seorang polisi prosedural atau tipe jagoan ala Dirty Harry.
Jika seandainya dibuat kontras dengan karakter Riley, maka bisa sedikit lebih baik. Performa Stan sungguh menyedihkan.
Film Peppermint merupakan penggambaran vigilante belaka, tanpa diselingi elemen ‘fun’, dramatisasi emosional, sehingga menjadi sebuah tragedi yang serba tanggung. Peppermint memang menjadi film vigilante rasa permen, yang cukup pedas!
Score: 0 / 4 stars
Peppermint | 2018 | Aksi Laga Thriller | Pemain: Jennifer Garner, John Ortiz, John Gallagher Jr., Juan Pablo Raba, Tyson Ritter | Sutradara: Pierre Morel | Produser: Garry Lucchesi, Tom Rosenberg, Richard S. Wright | Penulis: Chad St. John | Musik: Simon Franglen | Sinematografi: David Lazenberg | Distributor: STX Films | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 102 Menit
Comments
Post a Comment