Filosofi Kopi (2015) : Filosofi Jati Diri dan Persahabatan
Sinema drama review film Filosofi Kopi, mengisahkan filosofi jati diri dan persahabatan melalui kedai kopi.
Ngopi adalah salah satu bentuk budaya kehidupan manusia di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dan semakin hits belakangan ini.
Filosofi Kopi menuturkan bagaimana menjalankan bisnis kedai kopi, berdasarkan filosofi kehidupan manusiawi terhadap jati diri dan persahabatan.
Indonesia di jaman sekarang, budaya ngopi tidak hanya ditemui di warung saja, namun telah banyak bertebaran di pelosok kota secara modern.
Konsep berupa kedai kopi atau coffee shop, maupun kafe, semakin manjemaur hingga di kota kecil, melalui penikmat dari berbagai kalangan sekaligus sebagai gaya hidup.
Mungkin hal itu juga menjadi inspirasi cerita dari buah karya Dewi Lestari yang diadaptasi ke layar lebar berjudul Filosofi Kopi.
Judul film tersebut merujuk pada sebuah kedai kopi, dalam narasi yang mengisahkan tentang dua sahabat yakni Ben (Chicco Jerikho) dan Jody (Rio Dewanto).
Mereka sedang kesulitan karena terlilit hutang, akibat keuangan yang tidak seimbang dalam menjalankan bisnis mereka.
Suatu hari, muncul seorang pengusaha yang mengajukan tantangan kepada mereka, untuk membuat sebuah racikan kopi.
Jika racikan tersebut dinilai yang terbaik, maka peraciknya akan menerima uang senilai 100 juta rupiah.
Namun Ben menantang balik dengan menaikkan harga menjadi satu miliar, dengan kondisi jika mereka kalah, mereka malah akan membayarnya.
Ben dan Jody yang sering berselisih paham tersebut, akhirnya mulai meracik ramuan kopi terbaik menurut mereka,
Adapun hadir seorang penulis bernama El (Julie Estelle), saat mendatangi kedai mereka untuk wawancara dan riset, mencoba kopi baru yang diracik oleh Ben.
El kurang terkesan dengan kopi tersebut, malah ia beropini bahwa satu-satunya kopi terbaik yang pernah dirasakan yakni Kopi Tiwus.
Sementara waktu terus berjalan, Jody yang tertekan karena hutang sekaligus PDKT kepada El, meyakinkan Ben untuk mencari tahu keberadaan Kopi Tiwus tersebut.
Tetapi hal itu tidak disambut baik oleh Ben, karena ia yakin bahwa tidak ada yang mampu menandingi kopi racikan nya itu.
Premis Filosofi Kopi umumnya menuturkan tentang dua hal.
Pertama, yakni objek kopi dan pengolahan, serta pengelolaan konsumsi melalui kedai modern.
Sedangkan kedua, mengenai dua figur dengan karakter berbeda dalam mengelola kedai kopi yang menghadapi masalah krusial.
Melalui perjalanan dan petualangan mereka, terdapat sebuah refleksi jati diri akan pembelajaran, serta arti persahabatan dalam sebuah bisnis.
Filosofi Kopi memperlihatkan sekilas cara pengelolaan sebuah kedai kopi modern.
Hal itu diungkapkan mulai dari arus keuangan, pembelian bahan berupa biji kopi, suasana dan aktivitas di kedai tersebut, hingga interaksi antar karyawan dan konsumen.
Sejumlah hal yang cukup detail seperti pengolahan meracik kopi yang dilakukan oleh Ben, juga diperlihatkan melalui sejumlah peralatan yang digunakan, termasuk referensi dari buku.
Penyajian pemandangan indah seperti perkebunan kopi beserta landskap nya juga disajikan terbaik, sangat mendukung suasana dramatis.
Salah satu adegan terbaiknya, saat Ben, Jody, serta El mengunjungi kedai sederhana yang dikelilingi perkebunan kopi milik Pak Seno (Slamet Rahardjo) dan Bu Seno (Jajang S. Noor).
Tak lupa diperlihatkan pula suasana pedesaan yang merupakan kediaman ayahnya Ben, serta aktivitasnya sebagai petani sayuran.
Dua hal yang berbeda dalam adegan meracik serta menyeduh kopi, baik secara tradisional maupun modern, menciptakan sebuah suasana yang pas.
Adanya kekontrasan dalam pengolahan kopi, serta bagaimana ekspresi seorang figur yang terlihat sangat menikmati kopinya dalam tegukan pertama.
Tentunya setting kedai "Filosofi Kopi" juga diperlihatkan secara terperinci, mulai dari interior dan dekorasi hingga eksterior beserta suasana di pinggir jalanan yang tidak terlalu ramai itu.
Konsep dari kedai "Filosofi Kopi" itu sendiri adalah hal yang unik, saat Ben menjelaskan sebuah filosofi dari masing-masing jenis kopi yang dipesan oleh pelanggan, sembari meracik kopi di meja barista.
Uniknya, tertera sebuah kartu berupa sebuah kalimat filosofi untuk masing-masing jenis kopi, diberikan kepada pelanggan setelah mereka mendapatkan kopinya.
Performa masing-masing aktor/aktris yang menghidupkan karakternya di film ini memang mengesankan berkat arahan Angga Dwimas Sasongko.
Figur Ben yang diperankan brilian oleh Chicco Jerikho memang menjadi magnet tersendiri, ia berjiwa bebas tanpa terikat oleh segala bentuk kekhawatiran dan terkadang mengesampingkan logika.
Visinema Pictures |
Ben yang memiliki trauma di masa kecilnya, memang sudah terobsesi sebagai barista dan peracik kopi handal.
Kemandirian Ben sebagai seorang pengembara adalah akibat dari hubungan yang renggang dengan ayahnya yang jauh tinggal di pedesaan sejak kematian ibunya secara tragis.
Titik balik kehidupan dan transformasi karakternya, secara perlahan dibangun dan sangat terasa perubahannya di saat tiga perempat cerita film.
Kontras dengan Jody yang diperankan cemerlang oleh Rio Dewanto.
Ia merupakan figur yang dijejali nalar dan akal sehat, cermat dalam perhitungan dalam setiap langkah, selalu khawatir dan waspada, mudah tertekan, serta frustasi.
Jody sering berbeda pandangan dengan Ben, sehingga sepertinya mereka tidak pernah cocok satu sama lain.
Meski demikian, masa lalu mereka yang sama-sama diasuh oleh orangtua Jody, seakan mereka sudah seperti saudara sendiri.
Mereka berdua sebenarnya saling melengkapi, boleh jadi hal itu menjadi sebuah pelajaran dalam berbisnis.
Seperti yang pernah Jody katakan kepada Ben dari apa yang ia rasakan selama mengelola kedai Filosofi Kopi:
“Ben, elu sama gua tuh ibarat hati sama kepala”.
Selain itu sejumlah figur pendukung lainnya seperti El, Bapak dan Ibu Seno juga tak kalah pentingnya, terkait masa lalu menuju sebuah konklusi kepada akhir cerita.
Sayangnya, ada beberapa pengucapan kalimat atau kata dalam dialog terasa tidak jelas sehingga sulit untuk saya tangkap.
Selain itu, ada sedkit kejanggalan yang tidak bisa saya jelaskan terperinci, meski hal tersebut tidak esensial.
Filosofi Kopi mengajarkan sebuah filosofi nilai dan arti persahabatan serta persaudaraan, dengan menjalankan setiap usaha dengan hati.
Adapun pentingnya peran keluarga untuk membentuk identitas dan karakter, serta refleksi dan evaluasi akan jati diri sejati dalam sebuah perjalanan berliku.
Film ini memiliki tema, serta alur cerita yang menarik, seiring dengan akting yang impresif.
Demikian sinema drama review film Filosofi Kopi, mengisahkan filosofi jati diri dan persahabatan melalui kedai kopi.
Score : 3.5 / 4 stars
Filosofi Kopi | 2015 | Drama | Pemain: Chicco Jerikho, Rio Dewanto, Julie Estelle, Jajang S. Noor, Slamet Rahardjo | Sutradara: Angga Dwimas Sasongko | Produser: Anggia Kharisma, Handoko Hendroyono, Glenn Fredly | Penulis: Berdasarkan cerita pendek Filosofi Kopi oleh Dewi Lestari. Naskah: Jenny Jusuf | Musik: McAnderson | Sinematografi: Robie Taswin | Distributor: Visinema Pictures | Negara: Indonesia | Durasi: 117 Menit
Comments
Post a Comment