Head to Head : Pengabdi Setan 1980 vs 2017
Sinema horor head to head, review Pengabdi Setan versi 1980 vs 2017.
Film horor legendaris berstatus cult, yaitu Pengabdi Setan akhirnya dibuatkan ulang dan digarap Joko Anwar dengan judul sama.
Saya tidak banyak mengetahui tentang film horor modern Indonesia, mungkin yang paling populer dan ikonik tentu saja Suzanna yang legendaris itu.
Film Pengabdi Setan (1980) mungkin saja bisa dikatakan sebagai "trendsetter" untuk film horor modern, sehingga lahir berbagai film sejenis dan populer sepanjang dekade tersebut.
Terinspirasi dan mengambil beberapa elemen cerita dari Phantasm (1979), film Pengabdi Setan merupakan kisah horor menyeramkan, laris dalam format video di sejumlah negara seperti Jepang, Amerika, dan Eropa.
Baca juga: Phantasm (1979): Teror Si Jangkung Misterius
Tahun 2017 Joko Anwar mampu membuat ulang film tersebut dan jadi hype, berkat sambutan meriah dari kritik dan audiens, juga pendapatan tiket yang berhasil meraih lebih dari 4,6 juta penonton.
Perbedaan dasar dari kedua film itu adalah pengembangan cerita dan karakter, serta penyelesaian akhir. Dalam versi original, struktur cerita dibuatkan lebih sederhana dan efektif. Berikut adalah sinopsis versi 1980:
Sebuah keluarga kaya raya yang tidak religius tengah berduka, setelah sang ibu dimakamkan, meninggalkan suaminya Munarto (W.D. Mochtar) dan kedua anaknya, Rita (Siska Widowati) dan Tomi (Fachrul Rozy).
Suatu malam Tomi didatangi arwah sang ibu. Karena penasaran, ia pun mendatangi seorang dukun dan diberikan saran untuk mempelajari ilmu hitam, guna mengusir arwah tersebut.
Suatu hari, keluarga tersebut didatangi Aminah (Ruth Pelupessy) sebagai pembantu rumah tangga, dan sejumlah peristiwa horor mulai terjadi, sementara seorang pemuka agama mencoba memperingati keluarga Munarto.
Bandingkan dengan sinopsis dalam film versi 2017:
Tahun 1981, sebuah keluarga sedang mengalami kesulitan keuangan, setelah Marwani Suwono (Ayu Laksmi) seorang penyanyi terkenal jatuh sakit.
Sang suami, Bahri (Bront Palarae) sedang mengupayakan rumah yang mereka tinggali untuk dijual dan pindah ke rumah yang lebih kecil milik sang ibu (Elly D. Luthan) yang tinggal bersama mereka.
Bahri memiliki empat orang anak, yaitu Rini (Tara Basro) yang mengambil peran sebagai "ibu" bagi ketiga adiknya, Tony (Endy Arfian), Bondi (Nasar Anuz), serta Ian (Muhammad Adhiyat), sekaligus merawat sang ibu yang terbaring di dalam kamar.
Setelah Bahri mendapatkan mimpi buruk, sang ibu pun meninggal dan dimakamkan. Namun berbagai kejadian aneh mulai meneror rumah tersebut, terlebih kehadiran arwah sang ibu yang mulai mengganggu mereka.
Dilihat dari premis, dua versi Pengabdi Setan mengisahkan misteri arwah seorang ibu yang meneror keluarga, namun penjelasan ada menjelang akhir cerita.
Perbedaan keduanya, yaitu alur cerita Pengabdi Setan 1980 sederhana tentang sejumlah jenazah dibangkitkan dalam wujud setan untuk meneror keluarga Munarto, sedangkan versi 2017 pengembangan narasi lebih rumit.
Dalam Pengabdi Setan 2017, ada hal kontras terhadap isu sosial dengan mengisahkan keluarga kesulitan ekonomi dan punya banyak figur yang hadir, selain ada pelintiran besar yang mampu bikin penonton terkejut.
Sedangkan ritme yang dimainkan Pengabdi Setan 1980 terlihat efektif dan lugas, atmosfir horor yang dibangun terasa seram dan mencekam. Aura kengerian sangat menusuk dalam adegan disertai kredit pembuka.
Gerakan sorot kamera satu demi satu menangkap figur anggota keluarga dalam prosesi pemakaman, memperlihatkan sebuah petunjuk misterius.
Hal itu jadi ciri khas film horor Indonesia era 1980’an yang tidak perlu menakuti audiens dengan jump scare murahan.
Pengabdi Setan 2017 dengan kecanggihan teknologi dan teknik penyajian film modern, terkesan biasa.
Meski demikian, ritme yang dimainkan sangat baik dalam mengarahkan penonton menuju suasana misterius dan aspek psikologis ditonjolkan, sehingga tidak klise.
Di awal cerita pun terlihat seperti film drama yang mengalir lambat, ketika memperkenalkan karakter sebuah keluarga satu-persatu dan situasi apa yang sedang mereka hadapi.
Dalam suasana adegan santai, cerita mengalir perlahan hingga penonton dibuat penasaran akan sosok fisik misterius sang ibu yang terbaring sakit di atas ranjang dengan lonceng kecil di tangan nya.
Karakterisasi dan akting adalah keunggulan Pengabdi Setan 2017 dibandingkan versi 1980.
Rini figur sosok sentral cerita film ini, digambarkan sebagai seorang yang diharapkan bakal menjadi sosok heroik.
Sedangkan figur Ian mampu mencuri perhatian sebagai anak yang memakai bahasa isyarat, selain itu beberapa figur lain seperti Budiman dan seorang Ustad juga hadir terkait sisi psikologis dan manusiawi dengan kuat, serta dramatis.
Sedangkan Pengabdi Setan 1980 terasa standar, dan lebih kaku terutama penggunaan bahasa Indonesia baku, tipikal film lawas masa itu.
Hanya performa Ruth Pelupessy yang bisa menghidupkan film ini dengan sempurna, serta tak lupa figur yang diperankan aktor senior I.M. Damsyik yang unik dan kadang mengundang tawa.
Hanya saja disayangkan, versi ini jadi salah satu bagian propaganda rezim di masa itu, berkenaan dengan tipikal film horor, bagaimana kekuatan jahat akhirnya harus dikalahkan oleh pemuka agama dengan mudah.
Hal itu berbasis peraturan pemerintah tentang "Kode Etik Produksi Film di Indonesia" dari Dewan Film Nasional, salah satunya berbunyi: “Dialog, adegan, visualisasi, dan konflik-konflik antara protagonis dan antagonis dalam alur cerita seharusnya menuju ke arah ketakwaan dan pengagungan terhadap Tuhan YME.”
Sehingga seolah Pengabdi Setan 1980 mempromosikan agama tertentu, padahal film adalah bentuk ekspresi seni dan hiburan, alangkah lebih bijak menonjolkan sisi humanisme meski dalam konteks horor sekalipun.
Itulah kelemahan paling mendasar, sebuah penyelesaian buruk dan sempit.
Kontras dengan Pengabdi Setan 2017, bagaimana film ini mengajak penonton melakukan eksplorasi sekaligus bongkar misteri secara cerdas terhadap struktur narasi berujung mengejutkan dan tidak pernah disangka.
Sedangkan untuk scoring, efek spesial dan sinematografi, kedua versi Pengabdi Setan memiliki keunggulan tersendiri.
Pengabdi Setan 1980 meski dibuat seadanya, namun hasilnya sangat efektif dengan permainan cahaya dan ekspresi, serta mimik akting yang menimbulkan aura horor kuat.
Sedangkan Pengabdi Setan 2017 melalui teknik modern ala digital, terkesan seperti nonton film horor barat generik, termasuk setting tempat dan objek dalam cerita, namun efek riasan mampu membuat bulu kuduk merinding.
Pengabdi Setan versi 2017 terlihat lebih unggul untuk labrak horor klise Indonesia dengan kekuatan narasi dan pesan yang lebih manusiawi tanpa acuhkan nalar dasar.
Itulah sinema horor head to head, review Pengabdi Setan versi 1980 vs 2017.
Pengabdi Setan | 1980 | Score: 2 / 4 stars | Pemain: Ruth Pelupessy, W.D. Mochtar, Siska Karabety, Fachrul Rozi, I.M. Damsyik, Simon Kader | Sutradara: Sisworo Gautama Putra | Produser: Subagio S., Sabirin Kasdani, Gope T. Samtani | Penulis: Subagio S. Naskah: Imam Tantowi, Naryono Prayitno, Sisworo Gautama Putra | Musik: Gusti Anom | Sinematografi: F.E.S. Tarigan M.A. | Distributor: Rapi Films | Negara: Indonesia | Durasi: 96 Menit
Pengabdi Setan | 2017 | Score: 3.5 / 4 stars | Pemain: Tara Basro, Bront Palarae, Ayu Laksmi, Endy Arfian, Nasar Anuz, Muhammad Adhiyat, Elly D. Luthan, Dimas Adithya, Arswendi Nasution, Egi Fedly | Sutradara: Joko Anwar | Produser: Gope T. Samtani, Sunil Samtani, Priya N.K. | Penulis: Berdasarkan karakter karya Subagio S. Naskah: Joko Anwar | Musik: Bemby Gusti, Tony Merle, Aghi Narottama | Sinematografi: Ical Tanjung | Distributor: Rapi Films, CJ Entertainment | Negara: Indonesia | Durasi: 107 Menit
Comments
Post a Comment