Wonder Woman 1984 (2020): Ilusi Semu dalam Era Nostalgia
DCEU mulai menggebrak panggung superhero dan bersaing dengan MCU melalui salah satu film andalan sekaligus yang terbaik, yakni Wonder Woman (2017).
Tentu saja seperti halnya film Aquaman (2018), sekuel Wonder Woman adalah salah satu yang paling diantisipasi kehadirannya.
Sejak mundur dari rencana penanayangan di bulan November 2019 akhirnya diundur menjadi Juni 2020.
Hingga akhirnya pihak Warner Bros mengeluarkan tindakan kontroversial, yakni tetap menayangkan WW84 di bioskop sekaligus di layanan digital HBO Max di bulan Desember 2020 ini, padahal pandemi masih jauh dari kata mereda.
WW84 mengisahkan di tahun 1984, terjadi sebuah perampokan terhadap sejumlah benda antik, namun Wonder Woman (Gal Gadot) berhasil menggagalkan usaha mereka.
Warner Bros Pictures |
Adalah seorang staf pendatang baru bernama Barbara (Kristen Wiig) yang langsung ditugaskan untuk meneliti sejumlah benda antik dari tangan para perampok tersebut.
Salah satu benda yang diteliti yakni “Dreamstone” yang magis dan mampu mempengaruhi orang disekitarnya.
Barbara terobsesi dengan kekuatan diri yang dirasa tidak pernah dimilikinya, terlebih setelah berteman dengan Diana.
Sedangkan Diana sendiri mengharapkan kembalinya Steve Trevor sejak mereka terakhir bertemu dalam era Perang Dunia II.
Tak disangka, Diana dalam sebuah momen bertemu dengan Steve (Chris Pine) yang berada di dalam tubuh orang lain.
Sementara, seorang TV Personality dan pengusaha sukses yakni Maxwell Lord (Pedro Pascal) mengunjungi Smithsonian untuk menjadi sponsor.
Maxwell rupanya mengincar Dreamstone dengan mendekati Barbara. Setelah berhasil, ia mengucapkan sebuah keinginan paling mengejutkan, sehingga perubahan besar terjadi dalam dirinya.
Adapun harapan Barbara terpenuhi sejak ia menjadi seseorang yang menarik serta semakin kuat dan agresif, membuatnya kehilngan kendali atas dirinya sendiri.
Segala tindakan buruk Maxwell, memicu Diana yang ditemani Steve untuk menyelidiki asal-muasal kekuatan mistis batu "Dreamstone".
Namun apa yang bakal terjadi sungguh sangat besar pengaruhnya yang mengakibatkan kekacauan global di seluruh dunia!
Warner Bros Pictures |
Dua setengah jam adalah durasi yang cukup panjang untuk sebuah film superhero, khususnya WW84 yang mungkin bisa menarik dan bakal dinikmati dari awal hingga akhir cerita.
Pada akhirnya, setelah menonton tuntas filmnya, realita tidaklah sebaik dari imajinasi berdasarkan cuplikannya.
Sangat terasa hampa dan kehilangan sesuatu yang sangat besar, terutama dari narasi yang dibuat seakan terlalu mudah untuk ukuran film superhero.
Juga ada karakterisasi yang serba tanggung, penyelesaian yang buruk hingga akhir cerita, serta aksi laga seadanya dalam porsi kecil dan kurang spektakuler.
Film WW84 terasa inferior dan lemah dibandingkan dengan film sebelumnya yang dirilis tahun 2017 silam.
Kelemahan mendasar terhadap narasi yang ditulis trio Jenkins-Johns-Callaham tidak memperlihatkan keistimewaan sisi antagonis, sehingga terjebak dalam ilusi semu terhadap sejumlah hal yang krusial.
Babak ke-3 begitu buruk penyelesaiannya saat sang heroik melakukan aksi dan perlawanan terhadap antagonis hingga selesai.
Begitu pula konklusi seadanya terhadap karakter Maxwell Lord, serta pula karakter Barbara Minerva yang terkesan cukup klise.
Wonder Woman 1984 teramat sederhana dalam penceritaan yang malah cenderung datar menyajikan sebuah premis tanpa menuntun sejumlah kejutan berarti, serta kurang menggenjot adrenalin akan elemen thriller nyata.
Namun sisi positif dari film ini yakni karakterisasi Wonder Woman alias Diana Prince sendiri sungguh teruji sekaligus cukup eksploitatif.
Figurnya sebagai pahlawan super, memiliki kelemahan sehingga tergoda dan terpengaruh oleh objek "Dreamstone", menyambungkan adegan pembuka film.
Warner Bros Pictures |
Satu-satunya adegan yang indah dan bakal dikenang yakni saat dirinya menangis di hadapan Steve, dalam detik-detik tindakan krusial di tengah-tengah kekacauan yang terjadi.
Performa Gal Gadot tidak perlu dipertanyakan lagi sebagai Wonder Woman yang pantas sebagai suksesor Lynda Carter yang kali ini tampil sebagai cameo.
Adapun performa Pedro Pascal sebagai Maxwell Lord cukup impresif, sebagai figur yang mencoba menjadi sang antagonis di tengah-tengah himpitan sekaligus berada di jurang kejatuhan finansial dan masalah keluarganya.
Sedangkan Kristen Wiig sebagai Barbara Minerva alias Cheetah, tetaplah medioker meski terkadang mengingatkan saya akan karakter Catwoman versi kelas bawah.
Oh ya, entitas Steve Trevor dalam cerita film ini pun semakin aneh dan jauh dari nalar dasar.
Aspek nostalgia yang sesuai dengan judul filmnya, kurang memberikan suasana 80’an layaknya serial Stranger Things.
Apakah peralihan adegan terhadap setting terlalu cepat atau mungkin tidak hadirnya soundtrack lagu di era tersebut, sangat berpengaruh dalam merasakan impact yang signifikan.
Entah apa yang tertinggal, saya tidak merasakan sama sekali beberapa adegan atau dialog yang bersifat humor segar, seperti halnya tipikal film superhero.
Sehingga hal tersebut menambah derita WW84 yang seharusnya memiliki level yang mendekati dengan film terdahulu.
Apapun hasilnya, film Wonder Woman 1984 saya anggap kurang mampu membentuk ilusi impresif sebagai kelanjutan dari film sebelumnya dalam era 80’an yang cenderung semu.
Sedangkan di sisi lainnya, film ini sedikit menghibur sejak berstatuskan film besar yang baru di tengah-tengah badai pandemi.
Demikian sinema superhero review Wonder Woman 1984, sebuah sekuel yang menciptakan ilusi semu dalam era nostalgia.
Score: 2 / 4 stars
Wonder Woman 1984 | 2020 | Superhero, Aksi Laga | Pemain: Gal Gadot, Chris Pine, Kristen Wiig, Pedro Pascal, Robin Wright, Connie Nielsen | Sutradara: Patty Jenkins | Produser: Charles Roven, Deborah Snyder, Zack Snyder, Patty Jenkins, Gal Gadot, Stephen Jones | Penulis: Berdasarkan karakter karya William Moulton Marston. Naskah: Patty Jenkins, Geoff Johns, David Callaham | Musik: Hans Zimmer | Sinematografi: Matthew Jensen | Distributor: Warner Bros Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 151 Menit
Comments
Post a Comment