Midsommar (2019): Festival Musim Panas Mengerikan

review film midsommar
A24, Nordisk Film

Sinema horor review Midsommar, tentang festvial musim panas yang mengerikan ala Ari Aster.

Sejak mendobrak dunia perfilman horor melalui Hereditary (2018), nama Ari Aster mulai diperhitungkan sebagai sineas yang memiliki visi brilian dan unik.

Gayanya meredefinisikan horor modern, untuk kembali lebih fokus kepada suspens yang mengerikan.

Maka di film keduanya, yakni Midsommar menjadi film yang ditunggu-tunggu publik saat itu. 

Tema tentang festival musim panas dan ritual pagan mengerikan dalam film horor, langka diproduksi sejak kepopuleran The Wicker Man dengan pembuatan ulang yang sangat buruk di tahun 2006.

Baca juga: The Wicker Man (1973): Horor Cerdas Paganisme 

Film Midsommar mengisahkan Dani Ardon (Florence Pugh) dalam keadaan duka setelah keluarganya tewas dalam suatu insiden tragis.

Ia bergabung dengan kekasihnya, Christian (Jack Reynor) berlibur ke Swedia beserta kedua temannya Mark (Will Poulter) dan Josh (William Jackson Harper), atas undangan teman mereka, Pelle (Vilhelm Blomgren).

Kebetulan, Josh hendak menyusun tesis atas saran Pelle, tentang festival musim panas di sebuah komunitas bernama Hårga, di tempat terpencil yang dinamakan Hälsingland.

Sedangkan Dani sempat kecewa terhadap Christian, meyadari bahwa ia tidak diberitahu rencana kepergian mereka ke Swedia.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan sepasang kekasih dari Inggris yang juga menjadi tamu festival, sehingga sesampainya di lokasi, mereka disambut oleh tuan rumah. 

Awalnya semua berjalan dengan menyenangkan, hingga perlahan demi perlahan, menjadi sebuah misteri serta teror yang mengerikan, terlebih apa yang dialami oleh Dani.

Film Midsommar pada dasarnya merupakan drama horor yang dibubuhi elemen suspens dan misteri, mengenai eksistensi paganisme dalam kelompok di sebuah tempat terisolir.

Adalah hal klise, ketika karakter protagonis terjebak dalam lokasi tersebut, sehingga terasa sulit untuk keluar dari sana, mengingat kondisi lokasi yang terisolir serta perilaku ambigu dari penduduk setempat.

ulasan sinopsis film midsommar
A24, Nordisk Film

Namun kejutan terbesarnya yakni terdapat dalam akhir cerita tentang konsep “pergantian” atau bahkan boleh disebut dwngan “penebusan”, dengan cara yang mengerikan.

Adanya sedikit keterlibatan elemen supranatural, mungkin saja terjadi terhadap para karakter protagonis, berkenaan dengan sejumlah perubahan sikap mereka satu-sama lain.

Maka aktivitas dugaan adanya okultisme dalam ritual paganism sempat tersirat, meski tidak transparan. 

Seperti adegan mimpi aneh atau tiba-tiba Dani bisa berbahasa Swedia saat menari mengelilingi maypole (tiang untuk ritual) bersama para gadis lainnya.

Juga Christian yang malah mulai betah dan tertarik dengan gadis lokal bernama Maja, hingga konflik antara dirinya dengan Josh dalam persaingan membuat tesis, semakin menguatkan kejanggalan dalam festival tersebut.

Seperti halnya film Hederitary atau bahkan Suspiria versi baru, beberapa adegan tertentu dalam Midsommar sungguh mengganggu, baik dari aspek sound maupun visual.

Kelihaian Aster dalam memasukkan berbagai iringan score dan sound tersebut sangat terasa di telinga.

Mulai dari awal cerita saat keluarga Dani ditemukan tewas di dalam rumah, hingga suara vokal dari beberapa wanita yang membantunya ikut tersedu saat dirinya menangis histeris.

Baca juga: Suspiria (2018): Versi Baru Sang Penyihir

Adapun sejumlah adegan sadis yang berdarah-darah, sempat disensor saat tayang di bioskop Indonesia. Adegan remuk dan hancurnya muka, serta kaki yang patah dalam ritual Ättestupa adalah yang paling mengerikan.

misommar festival musim panas mengerikan
A24, Nordisk Film

Selain itu, adegan penyiksaan "Blood Eagle" yakni merobek punggung korban dengan menarik tulang rusuknya juga cukup mengganggu, meski tidak diperlihatkan secara utuh.

Sedangkan beberapa adegan mengerikan lain, dirasa cukup standar untuk ukuran horor, seperti pembakaran korban dalam keadaan hidup. 

Juga tak lupa ritual seks eksplisit melalui full frontal nude, diperlihatkan dengan tipikal paganisme yang ambigu.

Gaya Aster dalam membangun kengerian secara perlahan cukup impresif, meski arahnya bisa dtebak.   

Setting berupa hamparan lembah hijau yang luas, dilengkapi dengan beberapa set bangunan, termasuk interior tempat peristirahatan komunitas selama festival, sangat mengesankan dan enak dipandang.

Begitu juga sorotan kamera yang terkadang dilakukan jarak jauh terhadap adegan dialog antar karakter, menegaskan akan kemegahan harmonisasi manusia dengan alam.

Visualisasi Aster dalam mengarahkan berbagai sorotan kamera pada karakter tertentu yang berada dalam aktivitas komunitasnya, mengkombinasikan teknik tertentu secara bergantian.

Termasuk pula kedalaman fokus terhadap background, sehingga mampu memainkan emosi audiens untuk larut ikut serta seakan-akan sebagai partisipan aktivitas tersebut.

Satu hal yang menarik adalah konsistensi sorotan kamera dari atas, dalam dua adegan perjamuan makan di meja panjang.

Dimulai saat “Sang Ketua” mulai menyantap makan yang diikuti oleh para anggota komunitas secara beriringan dari arah yang satu ke arah yang lainnya, ibaratnya seperti efek domino.

midsommar horor ritual paganisme
A24, Nordisk Film

Namun sayangnya, seperti film Aster sebelumnya yang memiliki ciri khas yakni tempo yang lambat, selama hampir 2,5 jam film ini lebih banyak menghabiskan waktu melalui eksploitasi dari aktivitas festival itu sendiri.

Dari awal cerita yang hampir menghabiskan seperempat porsinya, dihabiskan dengan kecemasan Dani hingga saat keluarganya ditemukan tewas.

Sedangkan tiga perempat sisa cerita, alih-alih ingin melibatkan pengalaman audiens seakan seperti terlibat langsung dalam festival tersebut.

Malah lebih banyak mengumbar detail aktivitas yang dijejali berbagai dialog dan suasana persiapan acara.

Juga terlalu fokus kepada apa yang dialami Dani terutama dari sisi psikologisnya yang malah kurang tereksploitasi secara pas.

Performa Florence Pugh sebagai Dani sudah cukup baik, sedangkan yang lainnya termasuk standar.  

Film Midsommar mampu mengeksploitasi secara detail dan berdurasi panjang akan berbagai ritual paganisme atau aliran kultus seperti halnya film Eyes White Shut (1999), dengan tambahan berupa elemen horor misteri.

Namun eksploitasi berlebihan tersebut sepertinya malah mengurangi esensi petualangan horor sesungguhnya, berkenaan dengan dasar motif dan tujuan akhir dari narasi itu sendiri.

Dari premis yang sederhana tersebut, mungkin seharusnya dieksekusi melalui penyampaian durasi yang tidak terlalu panjang, sehingga dapat menghindari rasa jenuh yang melanda.

Midsommar memang menarik dalam menyajikan tema festival musim panas dalam balutan horor mengerikan yang jarang dirilis, namun eksekusi akhir tampaknya dibuat terlalu megah dan berlebihan.

Score: 2.5 / 4 stars

Midsommar | 2019 | Drama, Thriller, Horor |  Pemain: Florence Pugh, Jack Reynor, William Jackson Harper, Vilhelm Blomgren, Will Poulter | Sutradara: Ari Aster | Produser: Lars Knudsen, Patrik Andersson | Penulis: Ari Aster | Musik: Bobby Krlic | Sinematografi: Pawel Pogorzelski | Distributor: A24, Nordisk Film | Negara: Amerika Serikat, Swedia | Durasi: 147 Menit

Comments