Double Review Film Conan: The Barbarian (1982) dan Conan: The Destroyer (1984)
Universal Pictures |
“Valor pleases you, Crom, so grant me one request. Grant me revenge. And if you do not listen, then to hell with you!”
Sinema aksi laga petulangan, double review film Conan: The Barbarian dan Conan: The Destroyer.
Figur "Conan The Barbarian" atau dikenal dengan "Conan of Cimmerian" yang diciptakan oleh Robert E. Howard, pertama kali diterbitkan melalui majalah Weird Tales di tahun 1932.
Karakternya terdapat dalam genre fantasi yang erat dengan istilah sword and sorcerer (pedang dan penyihir).
Adapun setting waktunya di masa pasca runtuhnya Atlantis sekaligus bangkitnya peradaban pertama, lebih tepat disebut Hyborian Age yang tentu saja fiktif.
Sebelum figurrnya dikenal luas melalui adaptasi film yang dirilis tahun 1982, Conan muncul dalam sejumlah seri di berbagai majalah pulp, buku serta komik.
Pasca diadaptasi ke dalam format film lepas, figur Conan pun diadaptasi ke dalam sejumlah serial animasi dan live-action serta games.
Universal Pictures |
Tentu saja dua film Conan di awal era 1980’an menjadi populer, sekaligus melambungkan Arnold Schwarzenegger.
Namanya mulai dikenal luas dalam pasar internasional, sebelum menjadi mega-bintang dalam film The Terminator (1984).
Conan: The Barbarian sukses secara moderat, meski awalnya dinilai medioker oleh kritik, namun semakin diapresiasi sehingga menjadi kultus klasik.
Film ini membuka jalan untuk sejumlah film sejenis seperti The Beastmaster (1982), Ator, the Fighting Eagle (1982) maupun Deathstalker (1983).
Sekuelnya, Conan: The Destroyer malah terpuruk baik dalam pendapatan maupun penilaian, karena arahan yang lebih ringan, termasuk penyajian kekerasan grafis yang dihilangkan.
Pengembangan film ke-3 begitu sulit diwujudkan karena banyak hal, hingga di tahun 2011 dibuat ulang yang diperankan Jason Momoa, namun gagal total.
Beberapa tahun lalu, film ke-3 sempat ingin dilanjutkan bersama Schwarzenegger kembali sebagai Conan, namun rupanya belum ada perkembangan lebih lanjut.
Berikut adalah ulasan singkat dua film Conan klasik yang diperankan Schwarzenegger:
Universal Pictures |
Conan: The Barbarian (1982)
Di masa kecilnya, Conan harus menyaksikan kedua orang tuanya dibunuh oleh Thulsa Doom (James Earl Jones) dan kelompok sadisnya dalam penaklukan dan pembinasaan penduduk Cimmeria.
Bersama dengan sejumlah anak lainnya, Conan dibawa mereka untuk dijual sebagai budak.
Conan dewasa (Arnold Schwarzenegger) masih berstatus sebagai budak, seringkali dipaksa bertarung layaknya gladiator, namun keluar sebagai yang terkuat diantara semuanya.
Ia lalu dibawa majikannya menuju Timur untuk dilatih bertarung sebagai seorang pejuang.
Setelah menikmati kebebasannya, Conan tak sengaja menemukan sebuah pedang di dalam pemakaman leluhur Atlantis.
Ia pun bertemu dengan seorang penyihir, hingga membebaskan seroang tawanan bernama Subotai (Gerry Lopez) seorang pejuang Hyrkania.
Sesuai dengan petunjuk seorang penyihir tersebut, Conan bertualang dari satu kota menuju kota lain bersama Subotai, untuk mencari kelompok kultus Doom dengan simbol berupa dua kepala ular yang berhadapan.
Pertemuan dengan Valeria (Sandahl Bergman) adalah sebuah insiden tak sengaja, saat mereka hendak menyelinap ke dalam kuil penyembahan kultus di kota Zamora.
Maka mereka bertiga berhasil mencuri sebuah permata yang dianggap sakral meski sempat dikejar oleh kelompok Thulsa Doom.
Universal Pictures |
Mengetahui hal tersebut, Raja Osric (Max Von Sydow) meminta bantuan kepada mereka untuk menyelamatkan putrinya bernama Yasimina (Valerie Quennessen) dari pengaruh sihir Doom, dengan imbalan berupa banyak berlian berharga.
Sementara Valeria dan Subotai merencanakan melarikan berlian dan enggan melakukan permintaan Sang Raja.
Namun Conan yang termotivasi oleh dendam, malah menuju Kuil Set yang akan mengadakan upacara besar dipimpin oleh Thulsa Doom sendiri.
Maka, sanggupkah Conan menuntaskan dendamnya sekaligus membebaskan Sang Puteri? Bagaimana dengan nasib Valerian dan Subotai?
Film dibuka dengan narasi yang dibacakan oleh karakter The Wizard (yang diperankan Mako).
Lalu adegan berlanjut pada adegan proses penempaan pedang dan beralih kepada dialog antara Conan cilik dengan ayahnya, tentang Dewa mereka yakni Crom dengan kekuatan baja.
Maka kejutan pertama pun terjadi saat aksi brutal dan kejam dilakukan Thulsa Doom tanpa ekspresi wajah sedikitpun, saat mereka memporak-porandakan desa penduduk Cimmeria pada musim salju.
Transisi dari anak kecil, remaja hingga dewasa diperlihatkan melalui gerak kedua kaki menggerakkan roda dengan gerakan memutar, hingga memperlihatkan otot besar ciri khas Arnold.
Alur yang terjalin di film ini pun tersusun rapih melalui tahapan sang protagonis heroik figur Conan, mengalami perjuangan akan kebangkitan-kemenangan-keterpurukan.
Ia jatuh kembali-hingga bangkit kedua kalinya untuk mengalahkan musuh bebuyutan, yakni Thulsa Doom.
Lika-liku perjalanan Conan diimbangi bersama figur pendukung yang tak kalah pentingnya, Sabotai yang setia kawan dan bahkan mampu menangis untuknya disaat Conan mengalami duka kehilangan.
Universal Pictures |
Adapun Valeria adalah sosok jagoan wanita yang melengkapi hidup Conan, meski awalnya mereka berbeda pandangan dan arah hidup.
Sedangkan sosok Conan sendiri yang semula dididik dan dibimbing oleh kedua orang tuanya melalui pengetahuan dan mental-spiritual, berubah drastis sejak dijadikan budak.
Ia menjadi seorang barbar, makanya dinamakan "Conan The Barbarian". Akan tetapi karena masa lalu didikan orang tuanya, karakterisasi Conan masih memiliki kebajikan yang kuat.
Penggambaran fisik Conan ternyata berasal dari adaptasi komiknya, sejak bermula dari literatur tanpa visual yang hanya bisa ditafsirkan saja.
Terlebih setelah Howard meninggal empat tahun, setelah sejumlah karyanya terbit yang kemudian diteruskan oleh beberapa penulis lain.
Arnold Schwarzenegger sebagai imigran Austria dengan tubuh kekar berotot memang pas memerankan sosok Conan.
Arnold memiliki latar belakang yang diperkuat akan aksen kental khas Eropa, terkadang geli mendengar pengucapan dialognya.
Performa karismatik sekaligus menakutkan yakni James Earl Jones sebagai sang antagonis Thulsa Doom sungguh impresif, perhatikan saat ia sedang melotot!
Malahan figurnya tidak mencirikan sebagai karakter tipikal Kulit Hitam, apalagi bentuk raut mukanya yang unik, mirip dengan kepala ular sesuai dengan narasi filmnya tersebut.
Figur pendukung The Wizard yang diperankan aktor Amerika keturunan Jepang, yakni Mako cukup signifikan dan memberikan warna tersendiri terhadap filmnya, mengingat gaya komikal dan humor.
Aksen dalam narasinya memang terdengar ‘aneh’ seperti orang Eropa kuno.
Selingan humor meriah juga tak lupa dihadirkan, saat Conan dan Sabotai sedang dalam keadaan ‘mabuk’ hingga membuat heboh, yakni Conan menonjok seekor unta hingga binatang tersebut roboh!
Berbagai elemen kekerasan grafis disajikan cukup sadis, brutal serta berdarah-darah, seperti dalam adegan pertarungan.
Beberapa kali kepala dipenggal dengan jelas, muncratan darah terlihat jelas mesti tidak berlebihan, serta adegan mempersiapkan daging manusia yang dilakukan oleh kelompok Doom.
Pemanfaatan setting maksimal dalam lokasi eksotis dan bersejarah selain membuat desain khusus, Conan: The Barbarian sesungguhnya termasuk dalam penyajian kolosal.
Universal Pictures |
Film ini memanfaatkan ribuan orang sebagai ekstra, dalam adegan upacara kultus Doom yang mirip dengan gaya hippie.
Efek spesial fantastis di film ini juga mengagumkan, terutama transformasi brilian dari wujud kepala Thulsa Doom menjadi seekor ular besar, juga ular raksasa yang hendak menyerang Conan di Tower of Serpents.
Tema musik dan scoring yang menyentuh serta emosional, turut memainkan adrenalin audiens dalam menikmati banyak adegan tertentu.
Hal itu tercermin dari aransemen Basil Poledouris yang kemudian dikenal dalam mengisi tema musik ikonik RoboCop (1987).
Film Conan: The Barbarian adalah sebuah epik fantasi yang superior dan masih relevan hingga kini, melalui naskah yang menarik dari Oliver Stone dan dipoles kembali oleh John Milius yang sekaligus mengarahkan filmnya secara utuh.
Score: 4 / 4 stars | Pemain: Arnold Schwarzenegger, James Earl Jones, Sandahl Bergman, Ben Davidson, Cassandra Gaviola, Gerry Lopez, Mako, Valerie Quennessen, William Smith, Max Von Sydow | Sutradara: John Milius | Produser: Buzz Feitshans, Rafaella De Laurentiis | Penulis: Berdasarkan komik Conan The Barbarian karya Robert E. Howard. Naskah: John Milius, Oliver Stone | Musik: Basil Poledouris | Sinematografi: Duke Callaghan | Distributor: Universal Pictures (Amerika Utara), 20th Century Fox (Internasional) | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 129 Menit
Universal Pictures |
Conan: The Destroyer (1984)
Conan (Arnold Schwarzenegger) dan mitra pencuri bernama Malak (Tracey Walter), diserang sekelompok prajurit tak dikenal.
Ternyata serangan itu diperintahkan seorang Ratu Taramis (Sarah Douglas) untuk meminta bantuan, setelah menguji kemampuan pertarungan Conan.
Conan dan Malak dibawa menuju istana Sang Ratu yang menjelaskan tujuannya dalam merestorasi sebuah tanduk yang harus ditemukan untuk Dewa pujaan mereka yakni Dagoth.
Syaratnya, hanya seorang perawan yakni Putri Jehnna (Olivia d’Abo) yang merupakan keponakan Taramis, mampu membawa sebongkah batu ajaib dari kediaman Thoth-Amon guna menemukan tanduk tersebut.
Awalnya Conan menolak, namun akhirnya setuju setelah ditawari kembalinya sosok Valeria yang dicintainya (karakter dari film sebelumnya).
Dikawal oleh Bombaata (Wilt Chamberlain) yang setia kepada Taramis, Conan juga kembali meminta bantuan kepada The Wizard (Mako).
Universal Pictures |
Mereka juga membebaskan seorang pejuang yakni Zula (Grace Jones) yang kemudian mengikuti petualangan mereka.
Jauh dari kualitas film sebelumnya, Conan: The Destroyer mengalami banyak penurunan terhadap elemen kekerasan grafis yang hampir tidak ada.
Film ini menyajikan lebih banyak humor, serta karakterisasi yang hilang, maupun adegan yang dikenang.
Melalui visual dengan efek lensa kamera yang lebih halus, terkesan berlebihan seperti halnya klip video, film ini dibuka dengan adegan membosankan saat Conan dan Malak diserang oleh sekelompok prajurit tak dikenal.
Begitu pula alur cerita yang standar dan tidak ada kejutan berarti, cukup mudah ditebak menuju akhir ceritanya.
Tidak ada lagi intensitas dalam adegan atau karakter antagonis yang meyakinkan, dan bahkan cenderung menjadi jenuh, layaknya menyaksikan film animasi.
Mungkin dalam adegan Conan yang kembali meninju seekor unta hingga roboh, adalah satu-satunya hiburan meriah sekaligus humor segar yang layak dinikmati.
Adegan itulah yang menolong, sejak upaya berbagai humor dilakukan dengan standar.
Universal Pictures |
Karakterisasi buruk pun sangat lekat dengan sosok Malak yang seharusnya tidak perlu eksis sebagai seseorang yang “bodoh” hanya menjadi guyonan belaka.
Begitu pula dengan sosok Bombaata yang terlalu dangkal, sehingga menjadi “dekorasi” film semata.
Untung saja figur Jehnna yang diperankan Olivia d’Abo masih memiliki pesona fisik, sama halnya dengan Taramis yang diperankan Sarah Douglas tipe penggoda yang manipulatif.
Sementara figur Zula yang diperankan penyanyi eksotis Grace Jones, juga sedikit bisa memperbaiki situasi.
Film Conan: The Destroyer sepertinya adalah versi ringan akan narasi tentang pencarian artefak yang dilakukan Indiana Jones, hanya saja minus jebakan mematikan.
Kehadiran monster menuju akhir cerita, juga lumayan menghibur. Film ini adalah sebuah sekuel yang mungkin terlupakan.
Score: 1 / 4 stars | Pemain: Arnold Schwarzenegger, Grace Jones, Wilt Chamberlain, Mako, Tracey Walter, Olivia d’Abo, Sarah Douglas | Sutradara: Richard Fleischer | Produser: Rafaella De Laurentiis | Penulis: Berdasarkan komik Conan The Barbarian karya Robert E. Howard. Cerita: Roy Thomas, Gerry Conway. Naskah: Stanley Mann | Musik: Basil Poledouris | Sinematografi: Jack Cardiff | Distributor: Universal Pictures (Amerika Utara), Metro-Goldwyn-Mayer (Internasional) | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 101 Menit
Itulah sinema aksi laga petulangan, double review film Conan: The Barbarian dan Conan: The Destroyer.
Comments
Post a Comment