Double Review 'G.I. Joe: The Rise of Cobra (2009)' dan 'G.I. Joe: Retaliation (2013)'
Paramount Pictures, Metro-Goldwyn-Mayer |
Sinema aksi laga double review film G.I. Joe: The Rise of Cobra dan G.I. Joe: Retaliation.
Sejarah panjang G.I. Joe bermula dari tahun 1942 dari tangan sang kreator Dave Breger, melalui format komik dengan karakter utama yakni Joe Trooper.
Hingga akhirnya lisensi G.I. Joe dipegang oleh Hasbro yang didukung Marvel Comics.
Keunikan Hasbro yang awalnya memproduksi serial figurin bersamaan dengan versi komiknya yakni America’s Moveable Fighting Man, akhirnya mengadopsi nama “G.I. Joe”.
Hal itu dimaksudkan untuk dijadikan hak kepemilikan bagi lini produk mereka di akhir tahun 60’an yang berlangsung hingga kini.
Adapun serial figurin dan komik G.I. Joe: A Real American Hero sejak tahun 1982 yang diciptakan oleh Larry Hama, diadaptasi ke dalam serial animasi yang semakin mempopulerkan waralaba tersebut.
G.I. Joe adalah sebuah unit dari Jenderal Joseph Colton yang memiliki pasukan khusus yang biasa dipanggil sebagai “Joe team” atau “Joe’s”.
Figur pemimpin G.I. Joe lainnya yakni Jenderal Hawk dan Jenderal Flagg, sedangkan figur utama di lapangan yakni Duke.
Paramount Pictures |
Banyak versi dalam kisah yang berlainan antar-figur dalam format komik maupun serial animasi dan bahkan film lepas, sehingga banyak figur yang “datang dan pergi”, termasuk pihak antagonis Cobra.
Adaptasi film lepasnya hingga saat ini hanya ada tiga yakni G.I. Joe: The Rise of Cobra, G.I. Joe: Retaliation serta Snake Eyes: G.I. Joe Origins.
Proyek film G.I. Joe telah lama dikembangkan sejak medio 90’an.
Dua film awal sukses mendulang pendapatan finansial meski secara kritik kurang mendapat sambutan, sedangkan film terakhir sebentar lagi akan tayang di bioskop.
Meski kita belum tahu performa film Snake Eyes, namun ternyata proyek masa depan berjudul G.I. Joe: Ever Vigilant telah dikembangkan dan masih berada dalam semesta yang sama.
Menariknya, semua waralaba yang dimiliki Hasbro memiliki peluang besar untuk dijadikan lintasan antar-waralaba atau yang kerap disebut “crossover”.
Jadi mungkin saja pengembangan crossover antara G.I. Joe dengan Transformers bakal terwujud!
Paramount Pictures |
G.I. Joe: The Rise of Cobra (2009)
James McCullen (Christopher Eccleston) melalui perusahaan M.A.R.S (Military Armaments Research Syndicate), berhasil menciptakan senjata dengan mengandalkan nano teknologi.
Senjatanya berupa partikel yang mampu menghancurkan semua jenis material militer, termasuk perkotaan.
NATO membelinya dalam bentuk hulu ledak melalui pengawalan pasukan yang dipimpin Duke (Channing Tatum) dan Ripcord (Marlon Wayans), namun seketika diserang oleh pasukan misterius yang hendak mencurinya.
Duke tak sengaja mengenal salah satu anggota pasukan misterius tersebut, yakni Baroness (Sienna Miller), sebagai mantan tunangannya dengan nama Ana Lewis.
Bersama dengan Ripcord, ia diselamatkan oleh pasukan G.I. Joe yang terdiri dari Scarlett (Rachel Nichols), Snake Eyes (Ray Park), Breaker (Saïd Taghmaoui) serta Heavy Duty (Adewale Akinnuoye-Agbaje).
Mereka semua berada dibawah komando markas mereka dari Jenderal Hawk (Dennis Quaid).
Hulu ledak berhasil diamankan, lalu Hawk melepaskan Duke dan Ripcord sekaligus mencari tahu keberadaan pasukan yang berusaha mencurinya.
Namun Duke bersikeras untuk bergabung dengan G.I. Joe, setelah ia mengetahui identitas Baroness sehingga bisa melacak keberadaan mereka.
Paramount Pictures |
Sedangkan pihak yang berupaya mencuri hulu ledak tersebut kembali mengutus Baroness dan Storm Shadow (Byung-hun Lee), serta ahli penyamaran Zartan (Arnold Vosloo) untuk kembali mencurinya sekaligus menghancurkan markas G.I. Joe.
Sebagai film adaptasi dari waralaba populer, mungkin pekerjaan berat bagi para kreator dalam industri film, termasuk G.I. Joe yang sebenarnya memiliki premis menarik dalam alur yang bisa dinikmati.
Selama durasi hampir dua jam, film G.I. Joe: The Rise of Cobra didominasi dengan aksi laga yang nyaris dilakukan non-stop, sehingga sulit memberikan ruang kejenuhan bagi audiens.
Begitu padatnya cerita yang ada, mengakibatkan banyaknya sekuen dilakukan secara cepat, termasuk dalam adegan kilas balik terhadap semua figur utamanya, baik protagonis maupun antagonis.
Di satu sisi memang menarik, namun konsekuensinya secara estetika malah kurang baik.
Sebuah pelintiran mengejutkan ada di film ini, meski dimainkan secara medioker terhadap karakterisasi para figur legendaris tersebut.
Yang menarik adalah kisah perseteruan antara Snake Eyes dan Storm Shadow, mengejutkan bahwa performa Byung-hun Lee cukup baik dan mengesankan.
Paramount Pictures |
Selain itu, yang menarik perhatian tentunya kehadiran komedian Marlon Wayans yang bermain lebih serius sebagai Ripcord meski ada kekonyolan tipikal “foolish man”.
Sedangkan performa Sienna Miller sebagai Baroness sungguh menggoda sebagai sosok femme fatale yang menyimpan misteri hingga menjelang akhir cerita.
Buruknya efek spesial berupa visual CGI turut merendahkan film ini yang mungkin dituntut sesuai naskahnya yang sarat akan kecanggihan bangunan serta teknologi senjata, sesuai jaman.
Sejumlah aksi laga berlebihan pun turut mempengaruhi film yang sepertinya tidak mau kalah dengan superhero spektakuler, bagaikan membaca komik atau menyaksikan serial animasinya.
Arahan Stephen Sommers yang begitu mengesankan di film The Mummy (1999) kali ini gagal menyajikan film yang sulit dinikmati dalam gerak kamera yang terlalu dinamis, ditambah dengan kecepatan tinggi antar-adegan, sungguh bikin pusing kepala.
Bagaimanapun juga film G.I. Joe: The Rise of Cobra pada dasarnya memiliki cerita menarik hingga akhir.
Karakterisasi figur yang cukup kuat dan mengejutkan, namun sayangnya terlalu padat melebih kapasitas dan eksekusi visual yang cenderung buruk.
Score: 2.5 / 4 stars | Pemain: Channing Tatum, Marlon Wayans, Adewale Akinnuoye-Agbaje, Dennis Quaid, Rachel Nichols, Saïd Taghmaoui, Ray Park, Joseph Gordon-Levitt, Christopher Eccleston, Sienna Miller, Byung-hun Lee, Jonathan Pryce | Sutradara: Stephen Sommers | Produser: Lorenzo di Bonaventura, Brian Goldner, Bob Ducsay | Penulis: Michael B. Gordon, Stuart Beattie, Stephen Sommers, berdasarkan karakter buatan Hasbro. Naskah: Stuart Beattie, David Elliot, Paul Lovett | Musik: Alan Silvestri | Sinematografi: Mitchell Amundsen | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 118 Menit
Paramount Pictures, Metro-Goldwyn-Mayer |
G.I. Joe: Retaliation (2013)
Presiden Amerika Serikat (Jonathan Pryce), menunjuk G.I. Joe sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pencurian hulu ledak nuklir setelah kematian pemimpin negara Pakistan.
Serangan masif secara mendadak membunuh hampir semua pasukan G.I. Joe, kecuali Roadblock (Dwayne Johnson), Flint (D.J. Cotrona) serta Lady Jaye (Adrianne Palicki) yang selamat dari pembantaian tersebut, lalu mereka kembali ke Amerika.
Mereka meminta bantuan sekaligus mencari tahu siapa dalang yang menfitnah G.I. Joe, kepada Jenderal Joseph Colton (Bruce Willis) yang juga menyediakan suplai senjata.
Sementara di tempat lain, Storm Shadow (Byung-hun Lee) berhasil ditangkap oleh pemerintah, namun tak lama kemudian bersama dengan Cobra Commander, dibebaskan oleh Firefly (Ray Stevenson).
Storm Shadow terluka dalam sebuah ledakan, hingga harus disembuhkan di sebuah gunung.
Sang lawan, Snake Eyes (Ray Park) dan muridnya, Jinx (Elodie Yung) diutus The Blind Master untuk mencari tahu siapa sebenarnya pembunuh The Hard Master, sejak tertuju kepada Storm Shadow.
Sebagai sekuel yang melanjutkan dari kisah film sebelumnya, G.I. Joe: Retaliation tak kalah menariknya dengan fokus pada dua karakter Snake Eyes dan Storm Shadow.
Rivalitas mereka menuju sebuah konklusi perseteruan saru-sama lain, berdasarkan kisah masa lalu.
Paramount Pictures, Metro-Goldwyn-Mayer |
Pengembangan kedua figur tersebut menjadi daya tarik di film ini, bagaimana penggambaran dunia mereka yang berhubungan dengan legenda ninja dan martial arts, selain hadirnya figur baru.
Sayangnya tongkat estafet kepemimpinan diserahkan dari figur Duke kepada Roadblock yang sudah tak asing lagi diperankan oleh sang entertainer, Dwayne Johnson secara standar.
Kehadiran Lady Jaye lumayan menghibur menggantkan figur Scarlett, namun figur Flint seharusnya tidak perlu eksis sejak tidak ada keunikan tersendiri.
Bruce Willis sebagai pendukung film dalam memerankan Colton pun tidaklah istimewa, karena memang klise dan terkesan sinis serta dingin.
Untung saja eksekusi pergerakan dan kecepatan kamera kali ini lebih stabil, karena kepadatan ceritanya lebih pas porsinya, meski terkadang terdapat beberapa aksi spektakuler lebay.
Pengembangan figur Storm Shadow menjadi karakter kunci di sepanjang cerita, termasuk sejumlah set desain menarik dalam dunia mereka, bersama dengan Snake Eyes, Jinx serta The Blind Master.
Aksi pertarungan Storm Shadow dengan Snake Eyes di tebing pegunungan es pun sungguh mengesankan.
Film G.I. Joe: Retaliation memiliki kualitas setara dengan filmnya terdahulu, narasinya lebih baik.
Begitu juga dengan eksekusi visual keseluruhan, tapi kehadiran semua figurnya masih saja medioker.
Score: 2.5 / 4 stars | Pemain: D.J. Cotrona, Byung-hun Lee, Adrianne Palicki, Ray Park, Jonathan Pryce, Ray Stevenson, Channing Tatum, Bruce Willis, Dwayne Johnson, Elodie Yung | Sutradara: Jon M. Chu | Produser: Lorenzo di Bonaventura, Brian Goldner | Penulis: Rhett Reese, Paul Wernick. Berdasarkan karakter buatan Hasbro | Musik: Henry Jackman | Sinematografi: Stephen Windon | Distributor: Paramount Pictures, Metro-Goldwyn-Mayer | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 110 Menit
Itulah sinema aksi laga double review film G.I. Joe: The Rise of Cobra dan G.I. Joe: Retaliation.
Comments
Post a Comment