5 Film Lepas yang Mengisahkan Hannibal Lecter
Orion Pictures, Universal Pictures, Metro-Goldwyn-Mayer |
Sinema thriller, review lima film lepas yang mengisahkan Hannibal Lecter sebagai figur horor popouler dan ikonik.
Salah satu psikopat kanibal jenius ikonik, yakni Dr. Hannibal Lecter dipopulerkan melalui film The Silence of the Lambs (1991), sukses secara finansial dan berhasil mendapatkan Oscar.
Namun tahukah jika sebelumnya pernah beredar film Manhunter (1986)?
Selain dua film tersebut, masih ada tiga film lainnya yakni Hannibal, Red Dragon serta Hannibal Rising.
Agar lebih memahami kronolginya, berikut adalah infografis 5 film lepas tentang Hannibal Lecter:
Film The Silence of the Lambs adalah yang terbaik dan disarankan untuk ditonton terlebih dahulu.
Sejak pernah menjadi hype pada masanya, film ini meraih lima penghargaan dalam kategori utama Oscar, termasuk Film Terbaik untuk genre horor, merupakan hal yang langka.
Nama Jodie Foster kian melambung sebagai salah seorang aktris papan atas saat itu, setelah sebelumnya pernah meraih Oscar dalam film The Accused (1988).
Selain itu juga kembali mempopulerkan nama besar Anthony Hopkins sebagai aktor veteran.
Film tersebut memang ikonik dan masuk ke dalam National Film Registry oleh U.S. Library of Congress.
Waralaba Hannibal Lecter juga merambah dalam dua serialnya terpisah, yakni Hannibal serta Clarice.
Kini langsung saja kita ulas singkat lima film lepas yang mengisahkan peran Hannibal Lecter sebagai sosok antagonis jenius dan menakutkan itu.
De Laurentiis Entertainment Group |
Manhunter (1986)
Will Graham (William Petersen) pensiun sebagai agen FBI, setelah trauma diserang psikiater yang ternyata seorang psikopat berbahaya yakni Dr. Hannibal Lecktor (Brian Cox).
Graham yang tengah menikmati pemulihannya bersama istri dan anaknya didatangi oleh atasannya Jack Crawford (Dennis Farina).
Ia diminta untuk menyelidiki profil pembunuh berantai yang dijuluki “Tooth Fairy” terhadap aksi terbarunya di Atlanta.
Demi menyembuhkan trauma mendalam sekaligus menghadapi ketakutannya, Graham kembali menemui Lecktor yang kini mendekam di penjara rumah sakit jiwa.
Konfrontasi yang memuncak dalam dialog keduanya terjadi akibat permainan psikologis saat Graham meminta bantuan kepada Lecktor.
Adapun seorang jurnalis surat kabar yakni Freddy Lounds (Stephen Lang) kian memperkeruh suasana, melalui berita utama yang bisa mengacaukan penyelidikan terhadap Tooth Fairy.
Sementara kepala penjara yang menahan Lector yakni Dr. Chilton menemukan surat yang diambil dari sel Lecktor, yang kemudian diserahkan kepada Crawford dan Graham.
Diduga kuat bahwa surat tersebut merupakan salah satu alat koresponden antara Lecktor dengan Tooth Fairy yang menjadi ancaman terhadap keluarga Graham.
Mungkin seperti kebanyakan orang, saya pun mengetahui film ini dalam masa perilisan film Red Dragon (2002), karena keduanya merupakan adaptasi novel Red Dragon karya Thomas Harris di tahun 1981.
Tak disangka, penanganan film Manhunter oleh sineas sekaliber Michael Mann tidaklah populer mengingat pendapatan yang merugi daripada biaya yang dikeluarkan.
Maka Orion Pictures selaku distributor film The Silence of the Lambs, dapat meminjam gratis figur Hannibal Lecter, serta hampir seluruhnya diisi oleh kru film yang berbeda.
Jadi lebih baik film mana yang direkomendasikan untuk ditonton terlebih dahulu? Apakah Manhunter atau The Silence of the Lambs?
Menurut saya jawabannya, bisa pilih salah satu dari keduanya, sejak penilaian keduanya cukup berimbang meski film yang disebutkan terakhir jauh lebih populer, namun bukan berarti film pertamanya medioker.
De Laurentiis Entertainment Group |
Dalam artikel ini kebetulan saja secara kronologi perilisan film, Manhunter merupakan adaptasi pertama.
Satu hal yang pasti adalah perbedaan gaya dan rasa diantara keduanya.
Selebihnya bisa anda nikmati sebagai sajian crime thriller yang dikombinasikan dengan metode investigasi terperinci, yang kental dengan elemen suspens dan aroma horor.
Sejak awal cerita memang tidak ditampilkan adegan saat Lecktor (versi penamaan figur “Lecter”) menyerang Graham, namun langsung menuju percakapan antara dirinya dengan Crawford di tepi pantai.
Bahkan tidak pula dengan aksi pembunuhan yang dilakukan oleh Tooth Fairy, melalui adegan pembuka sekilas saja dan terkesan menggantung.
Rupanya film ini ingin menekankan betapa pentingnya Graham dalam memulihkan trauma masa lalu, hidup tenang di tepi pantai Florida bersama keluarganya dan pensiun dari FBI.
Hingga adegan percakapan Graham dengan istrinya pun sambil ia memutuskan untuk menerima permintaan Crawford, ditampilkan dalam ritme lamban dan santai.
Suasana berubah mencekam saat ditampilkan adegan “tempat kejadian perkara” dalam sebuah rumah besar, dan tampak di beberapa titik, banyak bekas darah korban sekeluarga yang tewas dibunuh Tooth Fairy.
Selebihnya adalah alur yang mengekspos Graham berupaya untuk memasuki pikiran Tooth Fairy tentang motivasi dan tujuan, pemilihan korban sambil mengarah pada profil dan identitas si pembunuh tersebut.
Hannibal Lecktor yang diperankan Ronny Cox memang jauh levelnya dibandingkan versi Anthony Hopkins, sulit untuk meyakinkan sebagai psikopat berbahaya.
Untung saja porsinya kecil dan tidak mendominasi di film ini.
Figur Tooth Fairy yang diperankan Tom Noonan baru muncul di pertengahan cerita, tentunya dengan sebuah kejutan meriah dalam parkiran mobil!
Pembawaan karakternya boleh dibilang setara dengan versi Ralph Fiennes, perbedaannya adalah Noonan lebih kentara secara fisik yang creepy dengan tubuh jangkung dan tatanan rambut yang aneh.
De Laurentiis Entertainment Group |
Sedangkan akting William Petersen sebagai Graham begitu meyakinkan dalam bersikap dan bertindak serta sejumlah dialognya.
Bahkan terkadang dalam adegan tertentu saat dirinya menyelami pikiran Tooth Fairy, ia bagaikan sang pembunuh itu sendiri.
Film ini adalah salah satu performa terbaik Petersen setelah To Live and Die in L.A. (1985).
Gaya unik Michael Mann terhadap film ini adalah memanfaatkan teknik sorotan kamera yang luas terhadap objek dari jarak jauh.
Seperti saat Graham berada dalam lift hotel, ia berlari menuruni lantai gedung rumah sakit jiwa, ataupun bentuk siluet saat ia berjalan dalam gelap menyusuri koridor bangunan besar dalam kegelapan malam.
Begitu pula dengan pemanfaatan warna tertentu yang dominan seperti pastel, biru, hijau serta merah, bersama dengan pencahayaan kontras menjadi bagian dari gaya neo-noir yang estetis.
Iringan musik, scoring dan bahkan lagu di film ini mengakibatkan cita rasa yang berbeda.
Tidak seperti musik yang mencekam dalam The Silence of the Lambs dalam suasana ‘menggigil’, malah film ini lebih dalam mengikat emosi audiens yang ikut merasakan dari apa yang dirasakan oleh masing-masing figurnya.
Selain irama yang lekat dengan elemen thriller yang intens, juga ada rasa melankolis atau kesenduan, dan bahkan romantisme.
Wajar saja film Manhunter berstatus kultus klasik, sejak semakin diapresiasi, karena memang impresif.
Score: 3.5 / 4 stars
Orion Pictures |
The Silence of the Lambs (1991)
Clarice Starling (Jodie Foster) yang sedang magang di FBI ditugaskan oleh Jack Crawford (Scott Glenn) untuk menemui Dr. Hannibal lecter (Anthony Hopkins).
Lecter dipenjara dalam rumah sakit jiwa, guna mendapatkan wawasan tentang seorang kanibal pembunuh berantai yang kerap disebut “Buffalo Bill”.
Dalam selang waktu saat Starling memberikan janji palsu kepada Lecter untuk transfer menuju tempat lain, terjadi serangkaian peristiwa mengerikan saat aksi investigasi yang dilakukannya.
Lecter bersedia memberikan profil lengkap mengenai Buffalo Bill kepada Starling, asalkan ia mendapatkan latar belakang keluarga dan masa lalunya secara terperinci.
Dalam menghadapi kondisi seperti itulah Starling sepertinya dilema dalam meladeni sebuah ‘permainan’ psikologis berbahaya dari Lecter.
Dahulu sempat menyesal karena tidak menyaksikan langsung filmnya di layar bioskop, kini sangat sulit dan langka untuk menemukan film sejenis The Silence of the Lambs.
Premisnya memang sederhana saat figur Clarice Starling ditugaskan untuk meminta katerangan mengenai profil Buffalo Bill dari Hannibal Lecter.
Lebih menarik, karena figur protagonis yang belum berpengalaman bertugas lapangan, harus menghadapi dua figur antagonis sekaligus.
Maka tak heran jika atmosfir yang dihadirkan begitu mencekam dan menegangkan, melalui gaya penceritaan film ini menekankan proses investigasi dengan sejumlah kejutan mengerikan.
Elemen thriller suspens film ini pula begitu meyakinkan, melalui dialog kuat dan tentu saja dikenang antara Lecter dengan Starling, sehingga tidak hanya bersifat formalitas namun sudah merambah ke area privat.
Orion Pictures |
Tampaknya Starling tidak memiliki kuasa untuk melanggar dari apa yang ditekankan oleh atasannya, demi memperoleh informasi akurat dari Lecter.
Padahal Lecter memanipulasi kejiwaan terhadap masa lalu Starling yang perlahan terungkap, sebagaimana dua kali terjadi dalam adegan kilas balik.
Rupanya sang atasan yakni Crawford sengaja memilih Starling untuk alasan tertentu, berdasarkan kecerdasan dan keberanian yang mungkin jarang dimiliki orang lain.
Seperti saat ia bernegosiasi dengan Lecter, mengatasnamakan seorang Senator yang putrinya diculik oleh Bill.
Lecter akhirnya menemukan seteru yang sepadan dengannya sejak ia mengajukan “quid pro quo” kepada Starling, dalam arti timbal-balik atas sesuatu yang penting demi memburu kriminal dan mencegah nyawa korban tak berdosa.
“Mind games” diantara keduanya boleh dikatakan seimbang.
Itulah salah satu kekuatan dari naskah The Silence of the Lambs yang bersumber dari tulisan Harris dalam novelnya untuk kemudian digubah oleh Ted Tally ke dalam adaptasi film.
Salah satu dialog yang paling menohok pun dilontarkan Lecter kepada Senator Martin berkenaan dengan perburuan terhadap Bill yang menculik putrinya, membuat saya tertawa ngeri.
Beberapa adegan mengerikan sengaja diperlihatkan secara eksplisit namun estetis, selain itu adegan paling mengejutkan diperlihatkan saat “Bufallo Bill” sedang berada di depan kamera!
Serta yang tak disangka sekaligus brilian yakni aksi Lecter selanjutnya setelah ia dipindahkan menuju lokasi lain dalam kurungan.
Sementara aksi pamungkas Starling saat dalam keadaan gelap gulita hendak memburu Bill, sungguh mendebarkan hanya dari mendengar suara nafasnya yang terengah-engah.
Sorotan kamera terhadap wajah para figurnya seperti Starling, Lecter serta sepotong demi sepotong wajah Bill, menegaskan psikologis seseorang baik saat sedang berbicara maupun melakukan aksi mengejutkan.
Orion Pictures |
Tatapan kuat dan mengerikan Lecter mampu ‘menyihir’ audiens akan figur psikopat kanibal berbahaya, bersembunyi dibalik profesinya sebagai seorang psikiater.
Film ini pula sepertinya diwujudkan serealistis mungkin jika memang ada psikopat seperti itu di dunia nyata.
Wajar jika Hopkins dan Foster mampu meraih Oscar sebagai Aktor dan Aktris terbaik, karena performa mereka meyakinkan audiens dari awal hingga akhir.
Figur Starling pun yang awalnya sempat diragukan, mampu beradaptasi dengan cepat terhadap situasi yang mencengkeram dirinya.
Banyak hal menarik di film ini yang rasanya sulit ditandingi film sejenis secara kualitas unggulan.
Judul “The Silence of the Lambs” akhirnya dapat kita pahami berkenaan dengan masa lalu Starling, sedangkan eksistensi serangga “Ngengat Kepala Mati“ (Acherontia Styx) merupakan simbol transformasi terhadap figur Buffalo Bill.
Film arahan Jonathan Demme ini sangat direkomendasikan dan wajib tonton bagi yang menyukai crime thriller atau horor psikologis, sehubungan dengan perburuan psikopat pembunuh berantai.
Score: 4 / 4 stars
Metro-Goldwyn-Mayer |
Hannibal (2001)
Sepuluh tahun setelah peristiwa dalam film sebelumnya, Clarice Starling (Julianne Moore) disalahkan atas peristiwa penangkapan tindak kriminal narkoba.
Tak lama kemudian ia diminta oleh Mason Verger (Gary Oldman) seorang yang kaya-raya dan memiliki pengaruh besar untuk menangkap Hannibal Lecter (Anthony Hopkins).
Verger merupakan korban ke-4 Lecter yang masih hidup namun fisiknya lumpuh, sehingga ia terobsesi untuk membalas dendam terhadapnya.
Lecter pun mengirimkan surat kepada Starling atas kasus penangkapan narkoba yang membuat reputasinya menjadi buruk.
Melalui penelitian serta penyelidikan dari wangi parfum pada surat Lecter, terungkap bahwa hanya sedikit bahan yang tersedia di beberapa toko saja di dunia.
Lalu Starling meminta rekaman dari sejumlah toko yang menjual bahan parfum tersebut.
Sementara di Florence, Italia, seorang detektif polisi yakni Rinaldo Pazzi (Giancarlo Giannini), mencurigai Lecter yang menyamar sebagai Dr. Fell terkait hilangnya seorang kurator museum.
Melalui sebuah program yang menangani buronan internasional, Pazzi termotivasi dengan sejumlah uang yang ditawarkan Mason untuk menangkap Lecter yang menyamar sebagai Dr. Fell.
Memang sulit untuk mengulang kualitas sekuel dari Silence of the Lambs, terlebih figur Starling tanpa Jodie Foster.
Begitu pun penulis naskah dan sutradara yang berbeda. Namun satu hal yang pasti, penceritaan novelnya yang ditulis Harris sendiri sudah tidak ada lagi keseruan kompleks.
Dari judulnya saja, narasi film ini fokus kepada Hannibal Lecter seorang, dalam sepak terjangnya sebagai pembunuh psikopat veteran namun masih memiliki level bahaya yang tinggi.
Malah kali ini sang protagonis Starling seakan berada di pihak yang sama dengan Mason, untuk berhadapan dengan Lecter.
Mason memang memiliki kelainan jiwa mengingat ia adalah mantan pasien Lecter, sehingga dendam kesumat yang berbalik melawannya.
Sementara Starling sendiri memiliki keterikatan khusus dengan Lecter dalam dinamika pasang-surut respek diantara keduanya, malah terkadang rasa cinta dan benci tercampur dalam situasi yang ambigu.
Tak heran jika Lecter tidak pernah bermaksud membunuh Starling dengan sengaja.
Sayangnya figur Starling kehilangan karisma kuat meski sepertinya Julianne Moore berusaha keras dalam perannya itu.
Selang waktu sepuluh tahun mungkin berbeda dalam perjalanan sang figur utama terhadap karakternya sendiri, meski tetap saja tanpa Foster adalah kehilangan terbesar dalam film ini.
Metro-Goldwyn-Mayer |
Hopkins tidak pernah berubah dalam memerankan Lecter, terutama secara fisik yang masih terkesan prima.
Peran Gary Oldman sebagai Mason hampir terlupakan karena berada dibalik efek riasan wajah yang cacat, sementara adegan figur yang melibatkan Pazzi terasa membosankan.
Hanya performa Ray Liotta sebagai pejabat Departemen Keadilan memiliki catatan tersendiri, dalam memerankan seseorang yang tampak tercela dan memiliki tendensi negatif terhadap Starling.
Sejak cerita kelanjutan dalam Hannibal ini sulit untuk dinikmati dibandingkan film sebelumnya, arah penyutradaraan Ridley Scott berdasarkan naskah David Mamet dan Steven Zaillian pun akhirnya tidak berdampak besar.
Di satu sisi film ini mampu menyajikan kisah thriller yang tak kalah mendebarkan dari The Silence of the Lambs, sejak munculnya figur Mason.
Juga ada aksi mengejutkan Lecter di Italia hingga konfrontasi secara langsung dengan Starling, melalui atmosfir yang cukup mencekam.
Namun di sisi lain ada tiga adegan yang menyuguhkan kekerasan berlebihan, karena cenderung sadis dan terkesan menjijikan, meski diatur secara perlahan sehingga mengejutkan audiens.
Selain itu pula scoring dan tema musik yang terdengar berbeda, tidak sekuat film terdahulu, cukup berpengaruh.
Film Hannibal adalah sebuah sekuel yang bolah dikatakan cenderung medioker dan sulit untuk bisa menyamai pendahulunya.
Apa lagi yang bisa diharapkan dalam aksi Lecter dan Starling selanjutnya?
Score: 2 / 4 stars
Universal Pictures |
Red Dragon (2002)
Premis film ini pada dasarnya sama dengan Manhunter, hanya saja terdapat beberapa perbedaan minor.
Perbedaan tersebut diantaranya, porsi kehadiran Hannibal Lecter lebih besar, mengingat kesuksesan The Silence of the Lambs yang menjadikan figur tersebut ikonik.
Peran Anthony Hopkins sebagai Lecter jelas tak tergantikan, mesti terasa agak kedodoran, karena tidak mengerikan seperti dalam dua film sebelumnya.
Figur Tooth Fairy yang bergumul dengan “Red Dragon” dan masa kecilnya secara psikologis diperlihatkan dalam film ini, bagaimana performa apik Ralph Fiennes sebagai psikopat yang cenderung anti-sosial terlihat sangat berbahaya.
Adegan saat ia memamerkan sekujur tubuh bagian belakangnya dengan tato juga mengesankan.
Adapun sang protagonis Will Graham yang diperankan Edward Norton malah kurang meyakinkan dan kalah karismanya dengan William Petersen.
Perubahan minor lainnya yakni terdapat pada alur di akhir cerita yang cukup mengejutkan. Maka durasi film Red Dragon lebih panjang dibandingkan Manhunter.
Universal Pictures |
Film ini sebagai adaptasi ke-2 dirasa agak mengulur waktu dibandingkan Manhunter yang lebih efektif dalam penyampaiannya.
Ikatan antara Graham dengan Lecter tidaklah sekuat Clarice Starling-nya Jodie Foster.
Bagaimanapun juga arahan sineas Brett Ratner yang populer karena aksi laga komedi Rush Hour (1998), mampu memberikan sentuhan thriller intens, terutama dalam beberapa adegan mengejutkan layaknya film horor.
Film Red Dragon merupakan adaptasi versi yang berupaya mengikuti gaya yang sama dengan The Silence of the Lambs.
Film ini pula berambisi untuk membuat ulang film Manhunter berdasarkan kesuksesan finansial Hannibal,
Anthony Hopkins tetap eksis, namun hasilnya tidak istimewa.
Score: 2.5 / 4 stars
Metro-Goldwyn-Mayer |
Hannibal Rising (2007)
Tahun 1944 di Lituania, Hannibal Lecter kecil tinggal di Kastil Keluarga Lecter.
Serangan Nazi membuat mereka sekeluarga mengungsi di sebuah pondok, lalu sebuah insiden serangan bom pesawat Nazi terhadap tank militer Uni Soviet, menewaskan keluarganya.
Hanya Hannibal dengan adiknya Mischa yang selamat, namun sekelompok gerilyawan lokal yang berkolaborasi dengan Nazi dipimpin oleh Vladis Grutas (Rhys Ifans), menduduki pondok tersebut.
Mereka harus bertahan hidup dan kesulitan mendapatkan makanan dalam musim salju di wilayah Baltik itu, hingga nyawa Hannibal dan Mischa terancam.
Tahun 1952 pasca Perang Dunia II, Lithuania dibawah kekuasaan Uni Soviet, dan Hannibal (Gaspard Ulliel) ditampung dalam panti asuhan.
Seringkali disiksa, ia melarikan diri untuk menemui pamannya di Perancis yang menikah dengan wanita Jepang.
Wanita tersebut adalah Lady Murasaki (Gong Li) yang menjelaskan bahwa pamannya telah lama meninggal.
Hannibal pun disambut sejak hanya mereka berdua adalah keluarga, termasuk mempelajari filosofi Samurai serta mendapat beasiswa untuk kuliah kedokteran.
Trauma masa lalu Hannibal terhadap adiknya Mischa yang diyakini telah tewas oleh kelompok Grutas, mengakibatkan titik balik hidupnya yang penuh dendam.
Ia terbiasa dengan tindak kekerasan, terlebih sejak ia membunuh seorang pedagang yang melecehkan Murasaki di sebuah pasar.
Dalam praktek magangnya, ia mempelajari metode untuk memaksa seorang kriminal perang mengakui perbuatannya.
Metro-Goldwyn-Mayer |
Dengan cara yang sama, ia pun melakukan terhadap dirinya sendiri demi mendapatkan detail tentang tewasnya Mischa oleh kelompok Grutas.
Atas motivasi dendam, Hannibal kembali ke Lithuania untuk melacak keberadaan mereka.
Sementara konfrontasinya dengan Inspektur Polisi Popil (Dominic West) selalu terjadi, saat dirinya dicap sebagai terduga pelaku pembunuhan di Perancis.
Sepertinya Thomas Harris dalam membuat novel dengan judul sama sekaligus menuliskan naskah untuk adaptasi filmnya, semakin lemah dan bahkan tidak perlu eksis.
Perjalanan masa kecil dan muda dari figur antagonis ikonik Hannibal Lecter, semakin diekspos mulai dari trauma akan kehilangan adik kecilnya Mischa.
Lalu kejamnya Perang Dunia II di Eropa Timur, hingga rezim komunis Uni Soviet yang mengakibatkan degradasi terhadap nilai kemanusiaan juga ikut terekspos.
Apakah sepenting itu untuk diceritakan? Malah terkesan klise dan melodramatik, serta motivasi dirinya menjadi seorang kanibal pun terasa ambigu.
Maka hilanglah elemen thriller suspens yang mejadi salah satu keunggulan waralaba film ini, digantikan dengan crime horror atau psychological horror yang sarat akan dendam kesumat sebagai bagian dari transformasi kejiwaan seorang Hannibal Lecter.
Sejumlah adegan sadis pun cukup berlebihan, meski memang mampu memberikan kengerian ekstra.
Namun tetap saja patokan terbaik waralaba ini adalah The Silence of the Lambs diikuti oleh Manhunter ataupun Red Dragon.
Performa Ulliel sebagai Hannibal Lecter muda cukup impresif, meski sulit untuk bisa mirip rupanya dengan Anthony Hopkins.
Sedangkan peran Gong Li sebagai Lady Murasaki tetaplah memiliki pesona yang memberikan warna tersendiri.
Selebihnya adalah aksi ‘bloody vendetta’ yang harus dituntaskan.
Score: 1 / 4 stars
Itulah sinema thriller, review lima film lepas yang mengisahkan Hannibal Lecter sebagai figur horor popouler dan ikonik.
Comments
Post a Comment