Review Sinema: Elvis, Blonde, Amsterdam
Warner Bros Pictures, Netflix, 20th Century Studios |
Sinema drama, biografi, komedi petualangan, thriller review Elvis, Blonde, dan Amsterdam.
Elvis merupakan film adatpasi terbaru yang digarap Baz Luhrmann, tentang biopic sang penyanyi legendaris.
Blonde adalah biopic fiktif Marlyn Monroe, ditayangkan streaming melalui Netlfix.
Amsterdam merupakan komedi petualangan trio protagonis yang dihubungkan dengan teori konspirasi Business Plot.
Warner Bros Pictures |
Elvis (2022)
Film Elvis mengisahkan hubungan karir Evlis Presley (Austin Butler) dengan Kolonel Tom Parker (Tom Hanks).
Parker melihat potensi besar Elvis, lalu menawakan diri sebagai manajer pribadi nya.
Rupanya ambisi Parker tertuju kepada keuangan untuk memanfaatkan popularitas Elvis.
Sedangkan Elvis sendiri memiliki perbedaan visi dengan Parker, mengenai isu sosial-politik.
Seperti halnya gaya penyajian Romeo+Juliet (1996), Baz Luhrman memberikan warna tersendiri melalui Elvis.
Kontroversi yang menyangkut figur Kolonel Parker itulah yang menjadi daya tarik premis film Elvis.
Performa Tom Hanks sebagai Parker tidak perlu diragukan lagi.
Hanya saja pemilihan Austin Butler sebagai Elvis Presley dirasa kurang cocok terutama dari rupa wajah.
Hadirnya selingan lagu berupa hip hop modern dalam sebuah adegan, dirasa mengganggu.
Bagaimana pun juga, visual Elvis sungguh menakjubkan sehingga tak terasa dalam durasi 2,5 jam.
Pergerakan dinamis kamera dengan kombinasi latar serta tipografi selingan adegan, sungguh impresif.
Elvis merupakan biopic unik dan berani, tampil dari perspektif sang kolonel.
Score: 3 / 4 stars
Netflix |
Blonde (2022)
Norma Jean ditinggalkan kedua orang tuanya, lalu ditipkan ke panti asuhan oleh keluarga ibunya.
Setelah dewasa (Ana D Armas), ia mencoba peruntungan nya dalam dunia hiburan.
Norma mengambil nama panggung sebagai "Marlyn Monroe".
Ia juga menjalin hubungan dan tinggal dengan dua pria sekaligus, Charles Chaplin Jr (Xavier Samuel) dan Edward G. Robinsin Jr (Evan Williams).
Demi mendapatkan akses sebagai aktris Hollywood, Marlyn Monroe dipaksa melayani nafsu Mr. Z selaku produser terkenal.
Karir Marlyn berjalan mulus meski sebagian mencemooh nya sebagai aktris "murahan".
Marlyn Monroe juga menikah dua kali berturut-turut dengan Joe DiMaggio (Bobby Cannavale) dan Arthur Miller (Adrien Brody).
Kebahagiaan Marlyn Monroe hanyalah ilusi belaka, ia depresi, terjerat dalam narkoba, hingga dua kali aborsi.
Blonde selama 2,5 jam lamanya, hanya menekankan kepada hal negatif belaka dari sang ikon Marlyn Monroe.
Film ini berupaya menyajikan hal yang terkesan riil, namun penuh dengan tekanan jiwa dan mental.
Tema moralitas, aborsi, kekerasan rumah tangga, glamoritas, serta pesimisme sangat dominan.
Acung jempol untuk performa total dari Ana De Armas.
Penyajian melalui ritme lambat pun menyita alur cerita, terutama masa kecil Marlyn Monroe.
Figur sang ibu dalam film ini, rupanya menjadi karakter kunci, selain pencarian sang ayah yang "hilang".
Blonde mengungkap sisi gelap dan suram dari Marlyn Monroe secara imajinatif, sebuah eksploitasi bebas.
Score: 1.5 / 4 stars
20th Century Studios |
Amsterdam (2022)
Burt (Christian Bale) seorang dokter, dan Harold (John David Washington) seorang pengacara, merupakan veteran Perang Dunia I.
Mereka berdua bertemu dengan Valerie (Margot Robbie) di Perancis sesaat setelah perang usai.
Bertiga yang mudah akrab, merencanakan kehidupan bersama di Kota Amsterdam, Belanda.
Namun mereka berpisah satu-sama lain, hingga pada tahun 1933 di Amerika kembali bertemu.
Penyebabnya yakni saat atasan Burt dan Harold semasa perang, yakni Bill Meekins mati mendadak.
Adapun investigasi kematian Meekins, membawa sebuah konspirasi besar mengarah kepada kudeta pemerintahan.
Premis film Amsterdam sesungguhnya menarik, karena terinspirasi dari peristiwa nyata yakni Business Plot.
Selain Christian Bale, John David Washington, serta Margot Robbie, juga banyak diisi bintang besar Hollywood.
Amsterdam yang disutradarai David O. Russell juga diramaikan Rami Malek, Anya Taylor-Joy, Mike Myers, Chris Rock hingga Robert De Niro.
Amsterdam memiliki potensi besar, mengingat setting waktu penceritaan berada di periode klasik menuju Perang Dunia II.
Selain itu, tema thriller politik berupa konspirasi biasanya menarik dan mampu dibuat penasaran.
Belum lagi garak dinamis kamera yang berputar melaju dari berbagai arah, penuh dengan gairah.
Desain set sudut Kota New York dibuat mengagumkan termasuk latar cuaca.
Hanya saja pencahayaan lebih dominan agak gelap terutama dalam ruangan.
Sayangnya dibalik semua itu, Amsterdam hancur karena durasi yang lama karena dijejalkan dialog membosankan.
Hampir 2,5 jam lamanya, Amsterdam mulai babak kedua hingga ketiga diisi dengan adegan bertele-tele.
Dialognya pun tidak berkesan sama sekali, juga kurangnya aksi dari para protagonis. Alur nya pun mudah ditebak, sangat dangkal menemukan sang antagonis.
Amsterdam hanya merupakan hiburan sesaat karena nostalgia era klasik tahun 1930'an. Selebihnya, membuat anda bisa tertidur.
Score: 2 / 4 stars
Itulah sinema drama, biografi, komedi petualangan, thriller review Elvis, Blonde, dan Amsterdam.
Comments
Post a Comment