Review Pengepungan di Bukit Duri: Distopia Akibat Kebencian Perbedaan

review pengepungan di bukit duri distopia akibat kebencian perbedaan
Amazon MGM Studios, Come and See Pictures

Sinema aksi laga thriller review Pengepungan di Bukit Duri tentang distopia akibat kebencian perbedaan.

Bagaimana bila negeri ini alami distopia akibat kebencian perbedan, seperti halnya dalam film Pengepungan di Bukit Duri?

Terobosan baru sineas Joko Anwar kali ini mengangkt isu krusial dan sensitif tentang kebencian perbedaan yang sedang terjadi saat ini.

Pengepungan di Bukit Duri sedang tayang di bioskop dengan pemeran utama Morgan Oey dalam tema anti mainstream tipikal yang bakal mencerdaskan penonton.

Pengepungan di Bukit Duri mengisahkan tahun 2027, Edwin (Morgan Oey) adalah seorang guru seni rupa yang baru pindah ke Sekolah Duri.

Tensi antar etnis masih tinggi sejak kerusuhan massal tahun 2009 lalu, sehingga Jakarta adalah tempat distopia.

Kakak kandung Edwin, Silvy berpesan kepadanya untuk mencarikan sang anak yang belum pernah ketemu akibat insiden kerusuhan.

Sekolah Duri terkenal akan reputasi buruk karena murid yang nakal bahkan bertindak kriminal.

sinopsis alur plot pengepungan di bukit duri
Amazon MGM Studios, Come and See Pictures

Geng yang dipimpin Jefri (Omara N. Esteghlal) terkenal kejam dan bengis, bersama kelompoknya seringkali menyiksa murid minoritas.

Sementara Edwin pun akhirnya akrab dengan koleganya, Diana (Hana Malasan).

Suatu malam ia menyelamatkan salah satu muridnya, Kristo (Endy Arfian) saat disiksa oleh kelompok geng lain.

Karena Kristo jago menggambar, Edwin yang dibantu Diana, mengajaknya datang ke sekolah untuk mendekor hasil karya gambar di kelas.

Pada hari yang sama, kerusuhan pun terjadi lagi, sementara Jefri dan kelompoknya berniat balas dendam terhadap Edwin dengan mendatngi sekolah tersebut.

Pengepungan di Bukit Duri sungguh sebuah terobosan baru untuk perfilman nasional, dengan berani mendobrak isu sensitif tanpa malu-malu.

Premis film ini ditujukan untuk mencegah distopia akibat kebencian terhadap perbedaan dan prasangka buruk.

Setting waktu cerita tahun 2027 itu dua tahun dari sekarang, artinya ada sinyal merah tidak hanya satir kebencian saja, tapi tentang korupsi dan peradaban yang merosot.

pengepungan di bukit duri morgan oey omra n esteghlal
Amazon MGM Studios, Come and See Pictures

Isu sistem pendidikan yang gagal juga disorot, meski menurut saya bersifat global seperti halnya di negara maju sekalipun.

Peristiwa kerusuhan dalam film ini tentu saja dari basis "Kerusuhan Massal Mei 1998" lalu terhadap minoritas.

Trauma adalah elemen psikologis yang ditekankan sejak awal, terutama untuk figur utama Edwin.

Selain itu, penyangkalan akan identitas diri adalah kunci dalam alur cerita Pengepungan di Bukit Duri yang menyimpan sejumlah kejutan.

Meski demikian, dugaan saya akhirnya tepat terhadap arah cerita akan berakhir, namun masih ada kejutan besar di akhir cerita!

Elemen drama emosional menyentuh dan adegan brutal tanpa disangka, mampu dipadukan dalam rangkaian adegan diantara tensi, menenangkan, serta sedikit bumbu humor ringan.

Narasi Pengepungan di Bukit Duri awalnya dibangun kurang mengesankan bagi saya, namun akhirnya mulai membaik dalam pertengahan babak kedua.

ulasan film pengepungan di bukit duri geng sekolah anak buangan
Amazon MGM Studios, Come and See Pictures

Adegan saat Edwin berbicara dengan Silvy sang kakak, tidak saya sadari bahwa itu adalah kilas balik.

Penggambaran suasana para murid di Sekolah Duri, sepertinya agak berlebihan dan lebih baik dieksekusi agak realistis.

Performa protagonis Morgan Oey versus antagonis Omara N. Esteghlal menjadi duel maut antara guru dan murid.

Moralitas seorang guru dalam narasi cerita film ini, berupaya menjadi yang terbaik dalam kondisi terburuk sekalipun.

Saya rasa semua elemen dalam film ini sudah pas mengisi porsi masing-masing, hanya saja ada beberapa adegan yang jauh dari realita meski dalam keadaan distopia sekalipun.

Adegan penyiksaan di jalan saat hanya dua mobil yang hadir, dua sekuriti yang pulang tergesa meninggalkan sekolah, adalah contohnya.

Film Pengepungan di Bukit Duri adalah cerminan realita "semi distopia" di negeri ini karena kebencian besar karena perbedaan yang masih eksis di negeri ini.

film distopia joko anwar pengepungan di bukit duri
Amazon MGM Studios, Come and See Pictures

Premis Pengepungan di Bukit Duri sepertinya terinspirasi film barat seperti Class of 1984 (1982), Toy Soldiers (1991), The Substitute (1996),  hingga Run Hide Fight (2020).

Namun Pengepungan di Bukit Duri adalah hal baru bagi perfilman nasional, berkat Joko Anwar yang berani angkat sejumlah isu sensitif.

Pengepungan di Bukit Duri adalah film khusus dewasa karena banyak hal yang tidak patut ditiru khususnya untuk generasi muda, serta adegan kekerasan brutal.

Pengepungan di Bukit Duri akan menjadi distopia nyata, jika kebencian perbedaan semakin besar dan meluas, sebagaimana pesan film ini. 

Itulah sinema aksi laga thriller review Pengepungan di Bukit Duri tentang distopia akibat kebencian perbedaan.

Score: 3.5 / 4 stars

Pengepungan di Bukit Duri | 2025 | Aksi Laga, Thriller, Remaja | Pemain: Morgan Oey, Omara N. Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Satine Zaneta, Farandika, Fatih Uru, Florian Rutters, Dewa Dayana, Sandy Pradana | Sutradara: Joko Anwar | Produser: Tina Hasibuan, Dayne Cowan | Penulis: Joko Anwar | Musik: Aghi Narottama | Sinematografi: Ical Tanjung | Penyunting: Joko Anwar, Erwin Prasetya Kurniawan, Teguh Rahajo | Distributor: Amazon MGM Studios, Come and See Pictures | Negara: Indonesia | Durasi: 116 menit

Comments